Senin, 28 Mei 2012

Prospek Asuransi Islam di Indonesia

I. PENDAHULUAN
Asuransi pada awalnya adalah suatu kelompok yang bertujuan membentuk arisan untuk meringankan beban keuangan individu dan menghindari kesulitan pembiayaan. Secara umum, konsep asuransi merupakan persiapan yang dibuat oleh sekelompok orang yang masing-masing menghadapi kerugian kecil sebagai sesuatu yang tidak dapat diduga. Apabila kerugian itu menimpa salah seorang dari mereka yang menjadianggota perkumpulan itu, maka kerugian akan ditnggung bersama oleh mereka (Encyclopedia Britanica, dalam Sukarsono, 2004: 112).
Kebutuhan akan jasa perasuransian semakin dirasakan baik oleh individu maupun dunia usaha di Indonesia. Asuransi merupakan sarana finansial dalam tata kehidupan rumah tangga, baik dalam menghadapi resiko yang mendasar atau dalam menghadapi resiko atas harta yang dimiliki. Demikian pula hukumnya dalam dunia usaha yang menjalankan kegiatannya saat manghadapi berbagai resiko yang mungkin dapat mengganggu kesinambungan usahanya.
Definisi asuransi dapat dilihat dari lima sudut pandang; yaitu sudut pandang ekonomi, hukum, bisnis, sosial maupun matematika (Darmawi, 2004:2). Tidak ada satu definisi yang bisa memenuhi masing-masing sudut pandang tersebut. Asuransi merupakan bisnis yang unik yang di dalamnya terdapat lima aspek tersebut.
Dalam kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) pasal 246 dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan asuransi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian(timbal balik) yang mana seorang penanggung mengikatkan diri kepada seorang tertanggung, dengan menerima suatu premi, untuk memberikan penggantian kepadanya, karena suatu kerugian, kerusakan, atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, yang mungkin akan dideritanyakarena suatu peristiwa yang tidak tentu(onzeker woral).
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 tahun 1992 menyebutka bahwa asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara dua orang atau lebih yang mana pihak penanggung mengikatkan diri pada tertanggung dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan atau tanggung jawab hukumkepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung yang timbul dari sebuah peristiwa yang tidak pasti atau untuk memberikan suatu pembayaranyang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.
Dari pengertian asuransi tersebut diketahui adanya tiga uuunsur pokok dalam asuransi yang dipandang bertentangan dengan nilai-nilai syri’ah yaitu bahaya yang dipertanggung jawabkan, premi pertanggungan dan sejumlah uang ganti rugi pertanggungan.
Untuk mencari jalan keluar dari berbagai macam unsur yang dipandang tidak sejalan dengan syari’ah, telah diusahakan adanya perusahaah asuransi yang menekannkan sifat saling menanggung, saling menolong dai antara para tertanggung yang bernilai kebajikan menurut ajaran Islam (Azhar Basyir, 1993:3).
Perkembangan asuransi di Indonesia cukup menggembirakan. Pada tahun 1994 Asuransi Takaful sebagai pemain tunggal dalam bisnis asuransi Islam, maka tahun 2001 mulai muncul pesaing baru yaitu Asuransi Syari’ah Mubarakah. Setelah itu banyak perusahaan asuransi konvensional yang terpikat membuka devisi cabang syari’ah dengan mengelola usahanya sesuai dengan syari’ah misalnya MAA life Assurance, Asuransi Jiwa Great Eastern, Asuransi Bumi Putera (Majalah Modal, No. 2/I Desember 2002, halaman 32-33)dan lain sebagainya.
Sejak lahir tahun 2002 asuransi Islam mulai membka kerja sama dengan perbankan syari’ah dengan mengeluarkan produk bancassurance, produk ini sebagai salah satu metode pemasaran akan memberikan keuntungan di mana nasbah dapat memperoleh layanan produk, baik produj asuransi maupun bank dalam satu atap. Selain itu nasbah memperoleh kenyamanan dan kemudahan karena umumnya bank bekerja sama dengan perusahaan asuransi terpilih. Nasabah juga mendapatkan standar layanan yang sama dari bank.
Dengan analisis SWOT kita dapat menggambarkan sejauh mana dan seberapa besar prospek ke depan perkembangan dan kemajuan asuransi syari’ah di Indonesia di masa mendatang.
II. PEMBAHASAN
Sejarah Asuransi di Indonesia
a. Masa Penjajahan Belanda (hingga Maret 1942)
Sejarah asuransi jiwa di Indonesia dimulai sejak terjadinya migrasi usaha ini dari negeri Belanda yang di bawa oleh para intelektual negara tersebut ke Indonesia untuk menjamin kehidupan meraka, dalam bentuk maskapai-maskapai. Perusahaan asuransi laun dan kebakaran yang pertama kali muncul di Indonesia adalah Bataviansche Zee & Brand Assurantie Maatschappij yang didirukan pada tahun 1843 (Sudarsono, 2004: 112). Kemudian berdirilah N.V Levensverzekering Maatscappij van de Nederlenden van pada tahun 1843, N. V. Levensverzekering Maatschappij NILLMIJ van pada tahun 1879 (HAsan Ali, 2004: 74). Pada tahun 1912 lahir perusahaan asuransi jiwa Bumi Putera sebagai usaha pribumi.
Jumlah maskapai yang ada dalam masa ini sudah mencapai 36 buah, menyebar dari Jakarta, Bandung, Yogyakarta, dan Surabaya. Beberapa diantaranya bergabung dalam perusahaan asuransi yang dimiliki oleh negara (BUMN).
b. Masa Penjajahan Jepang (hingga 17 Agustus 1945)
Dalam masa ini banyak maskapai asuransi yang ditutup dan gulung tikar. Kondisi ekonomi yang demikian terpuruk menyebabkan perusahaan asuransi terbesar NILLMIJ van 1859 sekalipun nyaris gulung tikar.
c. Masa kemerdekaan (mulai 17 Agustus 1945-1976)
Pada masa kemerdekaan mulai bermunculan beberapa perusahaan swasta nasional di samping Bumi Putera, seperti Dharma Nasional (1945) saat ini digabung dalam PT. Persero Asuransi Jiwa Sraya, Imam Adi (1961), Djaminan (1962), Sukma Sedjati (1962) dan Affan (1964) (Hasan Ali, 2004: 74).
Pada masa ini terjadi peleburan perusahaan-perusahaan asuransi jiwa milik Belanda ke dalam perusahaan negara yang dikuasai pemerintah.
d. Masa tahun 1976 sampai sekarang
Masa ini dimulai pada tahun 1976 dengan munculnya Surat Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1136/ KMK/ IV/ 1976 tentang penetapan besarnya cadangan premi dan biaya oleh perusahaan asuransi di Indonesia (Kasmir, 2003: 277). Keputusan Menteri Keuangan ini kemudian tidak berlaku lagi dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 2 tahun 1992 tentang usaha Perasuransian di Indonesia dan Peraturan Pemerintah Nomor 73 tahun 1992 tentang Penyelenggaraan Usaha Perasuransian. Masa ini ditandai dengan mulai berdirinya perusahaan asuransi syrai’ah di Indonesia yaitu PT. Syarikat Takaful Indonesia yang diikuti oleh semakin banyaknya perusahaan asuransi konvensional yang melakukan konversi ke syari’ah atau peruhaan asuransi konvensional yang membuka cabang/ devisi syari’ah sehingga menjadi booming seperti sekarang ini.
Sejarah Asuransi Islam
a. Konsep Aqilah Pada Masa pra- Islam
Dalam sejarah pra Islam, jika ada salah satu anggota suku Arab pra-Islam melakukan pembunuhan, maka si pembunuh dikenakan diyat dalam bentuk blood money (uang darah) yang dapat ditanggung oleh anggota suku yang lain. Aqilah adalah adalah praktek yang biasanya terjadi pada suku Arab kuno. Jika seorang anggota suku melakukan pembunuhan terhadap anggota suku yang lain, maka ahli waris korban akan mendapatkan bayararan sejumlah uang darah sebagai kompensasi oleh penutupan sanak famili si pembunuh. Penutupan oleh sanak famili pembunuh itu disebut aqilah, disangka benar untuk membanyar uang darah untuk kepentingan si pembunuh (Hasan Ali, 2004: 67-68).
b. Pada masa awal Islam
Denda kesalahan (tidak sengaja) pernah diwajibkan pada zaman Rasulullah SAW, masa Abu Bakar dan pada masa permulaan pemerintahan Umar atas kesalahan yang dilakukan oleh Ahli Ashirah (M. Rawwuas, 1999: 7-8).
c. Awal abad 20 M
Pada paruh kedua abad 20 di berbagai negara Timur Tengah dan Afrika mulai mencoba mempraktekkan asuransi dalam bentuk takaful. Perusahaan asuransi Islam yang lahir pertama kali adalah The United Insurance Company (Sudan) Ltd. pada tahun 1968. Kemudian diikuti dengan berdirinya Islamic Insurance di Sudan pada tahun 1979 dan Islamic Arabic Insurance Co. (Dallah al Barakah Group) pada tahun 1979 (Hasan Ali, 2004: 70-74). Dalam buku dan webnya, Billah telah memberikan daftar beberapa perusahaan asuransi yang berkembang khususny di belahan negara Timur Tengah dan beberapa perusahaan asuransi di negara lain. Sejarah asuransi Islam di Indonesia dimulai dengan berdirinya Asuransi Takaful Indonesia pada tanggal 25 Agustus 1994.
Pendirian asuransi takaful Indonesia diprakarsai oleh tim pembentuk asuransi takaful Indonesia (TEPATI) yang dipelopori oleh ICMI melalui yayasan Abdi Bangsa, Bank Mu’amalat Indonesia, Asuransi Jiwa Tugu Mandiri, Pejabat dari Departemen Keuangan dan pengusaha muslim Indonesia. Untuk mengakomodir UU. Nomor : 2 1992 tentang usaha Perasuransian, maka didirikanlah PT. Syarikat Takaful Indonesia (STI) sebagai Bolding Company pada tanggal 24 Februari 1994 dengan memiliki dua anak perusahaan yaitu PT. Asuransi Takaful Keluarga dan PT. Asuransi Takaful Umum (Hasan Ali, 2004: 76). Setelah itu berdirilah beberapa perusahaan asuransi Islam baik hasil konversi dari asuransi konvensional maupun cabang/ devisi syari’ah dari perusahaan asuransi konvensional (terdapat tiga model asuransi syariah di Indonesia, yaitu (1) murni Syari’ah, misalnya asuransi takaful (2) konversi ke syari’ah, misalnya asuransi Syari’ah Mubarakah dan (3) Cabang/ devisi syari’ah, misalnya MAA Life Assurance, Asuransi Great Eastern dan Asuransi Bumi Putera dan sebagainya.
Definisi Asuransi Islam
Dalam fatwa dewan syariah Nasional (DSN) no. 21/ DSN-MUI/ X/ 2001 tentang pedoman umum asuransi syari’ah dinyatakan bahwa asuransi syariah (ta’min, takaful atau tadhamun) adalah usaha saling melindungi dan tolong menolong di antara sejumlah orang/ pihak melalui investasi dalam bentuk aset dan atau tabarru’ yang memberikan polla pengembalian untuk menghadapi resiko tertentu melalui akad (perikatan) yang sesuai dengan syariah (tidak mengandung unsur gharar / penipuan, maisir/ perjudian, riba, zulm/ penganiayaan, risywah/ suap, barang haram dan maksiat) (Dewan Syariah, 2001). Sedangkan Praja mengatakan bahwa takaful adalah saling memikul resiko di antara sesama orang sehingga antara satu dengan lainnya menjadi penanggung atas resiko yang lainnya. Saling pikul resiko itu dilakukan atas dasar tolong menolong dalam kebaikan dengan cara masing-masing mengeluarkan dana ibadah (tabarru’) yang ditujukan untuk menanggung resiko tersebut (Muhammad, 2001: 11).
Latar Belakang Berdirinya Asuransi Islam
Paling tidak menurut hemat penulis terdapat 4 latar belakang berdirinya asuransi Islam, yaitu:
a. Hanya trend semata
Hal ini bisa dibuktukan dengan semakin banyaknya perusahaan asuransi yang mengelola usahanya sesuai dengan syariah. Mereka lebih melihat peluang bisnis asuransi syariah yang memang masih sangat terbuka lebar dan juga mempertimbangkan kebutuhan pasar.
b. Murni Kebutuhan
Akhir- akhir ini resiko dan peristiwa yang tidak diharapkan cenderung mengalami peningkatan yang signifikan. Kejahatan dan kriminalitas semakin merajalela. Sehingga kebutuhan akan hadirnya jasa asuransi (syariah) untuk melindungi diri dan harta benda menjadi sebuah keniscayaan.
c. Rekonseptualisasi dari asuransi konvensional
Umat Islam menilai bahwa apa yang telah diprektekkan oleh perusahaan asuransi konvensional selama ini kurang bahkan tidak sesuai dengan prinsip-prinsip syariah. Sehingga mereka berusaha untuk "mengislamkan" asuransi konvensional dengan proses Islamisasi. Unsur-unsur dalam perusahaan asuransi konvensional yang tidak sesuai dengan syariah (seperti maisir, gharar, riba, risywah, zulm, haram dan maksiat) diminimalisir bahkan dihilangkan, diganti dengan konsep yang sesuai dengan syariah.
d. Sebagai alternatif bagi (calon) nasabah
Sebagaimana perbankan syariah, umat islam juga ingin mendirikan asuransi syariah sebagai alternatif pilihan bagi calon nasabah. Dengan keunggulan sistem yang diusung terutama dalam hal akad, diharapkan umat islam lebih mamilih asuransi syariah atau mengalihkan pembayaran preminya ke asuransi syariah.
Prinsip-Prinsip Dasar Asuransi Islam
1.Tauhid (unity); 2. Keadilan (justice); 3. Tolong-menolong (ta’awun); 4. Kerja sama (cooperation); 5. Amanah (trustworthy/ al-amanah); 6. Kerelaan (ar-ridho); 7. Larangan riba; 8. Larangan maisir (judi); 9. Larangan ketidakpastian (gharar); 10. Larangan haram dan maksiat (Hasan Ali, 2004: 125-136); 11. Saling bertanggungjawab; 12. Saling bekerja sama atau saling bantu-membantu; 13. Saling melindungi penderitaan satu sama lain (Kholil, dalam Sudarsono, 2004: 115-116).
Syarat-syarat Utama Dalam Asuransi Islam
Asuransi Islam harus memiliki persyaratan utama agar dapat beroprasi secara Islam:
a. Syarat- syarat produk yang sesuai dengan syari’ah
b. Syarat-ayarat bermitra yang sesuai dengan syariah
c. Syarart -syarat investasi yang sesuai dengan syariah
d. Syarat -syarat manajemen yang sesuai dengan sesuai dengan syariah (Sudarsono: 2004:8).
Keempat persyaratan di atas telah disepakati oleh para ahli undang- undang Islam. Hal itu dituangkan dalam beberapa kesempatan, yaitu:
a. Konferensi pertama pakar ekonomi Islam di Makkah tahun 1389 H.
b. Fatwa Dewan ulama studi Arabia yang dikeluarkan tahun 1397 H.
c. Fatwa Ahli Perundangan Islam (Liga Musli) yang dikeluarkan tahun 1398 H.
d. Konferenasi organisasi cendekiawan perundangan Islam yang dikeuarkan tahun 1405 H.
Perbedaan Asuransi Islam Dengan Konvensional
Perbedaan asuransi dalam Islam danasuransi konvensional meliputi:a. Keberadaan Dewan Pengawas Syariah (DPS) dalam perusahaan asuransi Islam merupakan suatu keharusan. Dewan ini berperan mengawasi manajemen, produk serta kebijakan investasi supaya senantiasa sejalan dengan syariat Islam.
b. Prinsip asuransi adalah takaful (tolong menolong) sedangkan prinsip asuransi konvensional adalah tabaduli (jual beli antara nasabah dengan perusahaan).
c. Dana yang terkumpul dari nasabah perusahaan asuransi Islam (premi) diinvestasikan berdasarkan syariah berdasarkan sistem bagi hasil (mudharabah). Sedangkan investasi dana yang dilakukan pada berbagai sektor dengan sistem bunga.
d. Premi terkumpul diperlakukan tetap sebagai dana milik nasabah (shahib al mal). Perusahaan hanya sebagai pemegang amanah untuk mengelolanya (madharib). Sedangakan pada asuransi konvensional, premi menjadi milik perusahaan dan perusahaaan memiliki otoritas penuh untuk menetapakan kebijakan pengelolaan dana tersebut.
e. Untuk kepentingan pembayaran klaim nasabah, dana diambil dari rekening tabarru’ seluruh peserta yang sudah diikhlaskan untuk kepentingan tolong menolong jika ada peserta yang terkena musibah. Sedangkan dalam asuransi konvensional, dana pembayaran klaim diambil dari rekening milik perusahaan.
f. Keuntungan investasi dibagi dua di antara nasabah selaku pemilik dana dengan perusahaan selaku pengelola dengan prinsip bagi hasil. Sedangkan dalam asuransi konvensional, keuntungan sepenuhnya menjadi milik perusahaan. Jika tidak ada klaim, maka nasabah tidak mendapatkan apa-apa (Heris Sudarsono, 2004: 118-119).
g. Prinsip produk. Produk asuransi Islam bisa dimulai mudharabah, wadiah, tabarru’ dan ta’awun. Jadi jika seseorang masuk asuransi perorangan berunsur saving dengan prinsip mudharabah, maka nasabah dikenakan iuran tabarru’ dari jumlah yang kecil dari uang premi yang disetorkan, maka sebaggian besar uangnya adalah untuk investasi. Jadi, jika ia berhanti di tengah jalan maka sepenuhnya uang tersebut akan dikembalikan oleh perusahaan kecuali sebagian kecil yang telah diikhlaskan menjadi dana tabarru’.
h. Prinsip kepemilikan. Apakah boleh jika asuransi Islam sepeneuhnya dimiliki oleh non muslim? Perusahaan yng erat kaitannya dengan aktivitas umat Islam, saham mayoritas seharunya dimiliki oleh orang Islam.
i. Segi kepengurusan. Apakah diperbolehkan jika orang non-musli menjadi pengurus asuransi Islam? Dalam mengurus usaha-usaha yang erat kaitannya dengan masyarakat Islam, masalah akidah tidak bisa dilepaskan. Kenapa demikian? Karena dari akidah inilah kemudian muncul prinsip-prinsip kejujuran, amanah, tabligh, fathanah dan keadilan terhadap para nasabah (Lutfi Hamid, 2003: 257-260).
Karakteristik Market Share Nasabah Asuransi Jiwa
Adiwarma Karim membagi karakteristik pasar nasabah asuransi jiwa dalam tiga kelompok, yaitu:
Kelopok pertama disebut young ethical concious market. Mereka adalah nasbah kelas pekerja yang baru berkeluarga atau keluarga muda berusia 25-35 tahun. Kelompok ini adalah kelompok nasabah yang menginginkan produk berkualitas tetapi murah. Mereka cukup antusias dalam merespon ide pengembangan asuransi Islam, tetapi pada saat yang sama tetap menghendaki kenyamanan berasuransi. Kelompok yang berpenghasilan minimal 3,5 juta perbulan ini bisa dilayani oleh asuransi konvensional atau asuransi Islam.
Kelompok kedua adalah kelompok yang disebuty sebagai variety seeking behavior market yang mencerminkan pribadi-pribadi matang dalam mengelola bisnis. Di tengara berusia antara 35-55 tahun. Mereka kebanyakan bercita-cita memiliki bisnis dan tentulah cash flash sendiri. Mereka dicitrakan sebagai pribadi-pribadi yang sangat menghargai ide-ide baru termasuk alternatif terobosan. Mereka mengakui asuransi islam lebih utama tetapi pada saat yang sama mereka masih menggunakan asuransi konvensional. Mereka cukup puas dengan layanan asuransi yang sekarang sudah mereka nikmati tetapi masih terus berharap menemukan asuransi yang lebih sesuai. Kelompok ini rata-rata berpenghasilan minimal 5 juta perbulan. Mereka mewakili kelas menengah yang mapan dalam kehidupan ekonominya. Selain itu mereka gemar mencari variasi baru dalam produk asuransi. Kelompok ini juga bisa dilayani oleh asuransi Islam maupun asuransi konvensioanal.
Kelompok ketiga dikategorikan sebagai sharia loyalist yang diwakili oleh orang-orang yang yang dalam memilih produk asuransi lebi memilih untuk mengedepankan nilai empati dan akhlak. juga pada produk-produk yang konsisten, teratur dan bertanggung jawab. Dalam beberapa hal, kelompok ini cendeerung konservatif, tradisional, mudah memberi kepercayaan, lebih berwawasan serta lebih mengutamakan kualitas kehidupan mereka.Prospek Asuransi Islam dalam Analisis SWOT
Agus Hariyadi (2000: 179-183) menyebutkan bahwa ada beberapa aspek yang dapat menjadi peluang, ancaman (tantangan), kekuatan dan kelemahan dalam memperluas jaringan bisnis asuransi Islam di Indonesia.
· Peluang
Beberapa peluang yang muncul adlam kaitannya dengan asuransi Islam di Indonesia adalah sebagai berikut:
1. Keunggulan konsep asuransi Islam dapat memenuhi tuntutan rasa keadilan dari masyarakat.
2. Jumlah penduduk beragama Islam di Indonesia lebih dari 180 juta orang.
3. Meningkatnya kesadaran untuk bermuamalah sesuai dengan syariah tumbuh subur khususnya pada masyarakat golongan menengah.
4. Meningkatnya kebutuhan jasa asuransi karena perkembangan ekonomi umat.
5. Tumbuhnya lembaga keuangan syariah (LKS) lainnya seperti bank dan rekadana.
6. Kompetitor dalam bisnis asuransi Islam masih sedikit.
7. Berlakunya undang-undang otonomi daerah yang akan memacu perkembangan ekonomi daerah.
8. Kebutuhan meningkatkan pendidikan anak.
9. Meningkatnya resiko pendidikan.
10. Meningkatnya bea kesehatan (harga obat dan lain-lain).
11. Menurunnya rasa tolong menoling di masyarakat (sudah tidak membudaya lagi).
12. Globalisasi (teknologi internet sebagai penunjang bisnis.
13. Adanya UU Dana Pensiun.
14. "Employe Benefits" sebagai bagian dari paket perusahaan dalam rekruitmen keryawan.
· Ancaman/ tantangan
Adapun ancaman atau tantangan yang akan dihadapi oleh asuransi Islam di Indonesia adalah:
1. Globalisasi, masuknya asuransi luar negeri yang memilki nilai kapital yang lebih besar dan teknologi yang lebig canggih sehingga membuat premi asuransi menjadi lebih murah.
2. Asuransi konvensional dan lembaga keuangan lainnya yang lebih efisien.
3. Langkanya ketersediaan SDM yang qualified dan memilki semangat syari’ah.
4. Citra lembaga keunagn syariah yang belum mapan di kalangan masyarakat padahal ekspektasi masyarakat terhadap LKS sangat tinggi.
5. Sarana investasi syariah yang yang ada sekarang belum mendukung secara optimal utuk perkembangan asuransi Islam.
6. Belum ada UU dan PP yang secara khusus mengatur asuransi Islam.
7. Budaya suap dan kolusi dalam asuransi kumpulan (group insurance) masih kental.
8. Alokasi pengeluaran masyarakat untuk asuransi masih sangat terbatas, hal ini tampaknya berkaitan dengan masalah sosialisasi asuransi dan pengalaman berasuransi.
· Kekuatan
Adanya peluang dan ancaman asuransi Indonesia sebagaimana tersebut di atas, asuransi Islam juga memiliki kekuatan dan kelemahan sebagaimana deskripsi berikut ini:
1. Tenaga kerja profesional/ SDM inti yang kompeten dan memliki integritas moral dan ghirah Islam yang berada dalam sebuahteamwork yang solid.
2. Pemegang saham yang memiliki visi dan misi syariah yang jelas.
3. Kelompok pemegang saham mampu mengusahakan "capital marker" awal.
4. Kelompok pemegang saham diharapkan memiliki potensi network yang bisa diintegrasikan dengan sistem yang dimiliki "profesional teamwork".
5. Kelompok pemegang saham diharapkan memmiliki infra struktur teknologi dan potensi tenaga ahli, misalnyafund manager.
6. Dalam aspek legal, sifat perjajnian yang memenuhi syarat syariah mampu memberi rasa aman kepada peserta asuransi Islam selain unsur duniawi semata.
7. Adanya unsur dakwah.
8. Produk asuransi bersifat tranparan.
· Kelamahan
1. SDM pendukung (lapisan kedua dan sebagainya) belum banyak memahami bisnis syariah.
2. Dalam hal pemasran, alternatif distribusi rellatif masih terbatas dibanding pola konvensional.
3. Kimpleksitas dalam administrasi syariah (misalnya dalam perhitungan bagi hasil dan tingkat hasil investasi memerlukan dukungan sistem yang handal.
4. Permodalan yang terbatas akan mempengaruhi:
a. Sistem/teknologi pendudkung manajemen
b. Strategi bisnis
c. Ketersediaan infrastruktur (internal/eksternal, customer support, etc)
5. Apabila pemegang saham kurang menghargaipentingnya investasidi bidang IT sebagai "modelling tools" dan "administrasi tools".
6. Pengalaman langsung/ penerapan model terhadap bisnis riil belum cukup (baru pada tahap teoritis).
7. Lemahnya "public relations"untuk mengkomunikasikan keunggulan LKS (idealnya beralih dari "slowterm/ hit and run marketing" menjadi longterm marketing/ customer relationship).
Setelah terpetakan kekuatan dan kelemahan asuransi Islam di Indonesia, perlu pula dimunculkankendala dan strategi pengembangan asuransi Islam di Indonesia.
Kendala dan Strategi Pengembangan Asuransi Islam di Indonesia
Dalam pengembangannya asuransi Islam menghadapi beberapa kendala, di antaranya:
a. Rendahnya tingkat perhatian masyarakat terhadap keberadaan asuransi Islam yang relatif baru dibanding dengan asuransi konvensional yang telah dikenal masyarakat baik nama maupun operasinya.
b. Asuransi bukanlah bank yang mempunyai peluang lebih banyak untuk bisa berhubungan dengan masyarakat dalam hal pendanaan atau pembiayaan. Artinya, masyarakat lebih mempunyai kepentingan dengan produk-produk bank. Sebaliknya, masyarakat kurang berkepentingan dengan produk-produk asuransi.
c. Asuransi Islam masih dalam proses pencarian bentuk. Oleh karenanya diperlukan langkah-langkah sosialisasi, baik untuk mendapatkan perhatian masyarakat maupun sebagai upaaya mencari masukan demi perbaikan sitem yang ada.
d. Rendanya profesionalisme sumber daya manusia (SDM)menghambat laju pertumbuhan asuransi Islam. Penyediaan sumber daya manusia dapat dilakukan kerjasama dengan berbagai pihak terutama lembaga-lembaga pendidikan untuk membuka atau memperkenalkan pendidikan asuransi Islam (Heris Sudarsono, 2004: 120-121).
Sedangkan strategi pengembangan asuransi Islam adalah:
a. Perlu strategi pemasaran yang lebih terfokus kepada upaya untuk memenuhi pemahaman masyarakat tentang asuransi Islam. Maka asuransi Islam perlu meningkatkan kualitas pelayanan (service quality) kepada pemenuhan pemahaman masyarakat ini.
b. Sebagai lembaga keuangan yang menggunakan sistem syari’ah tentunya aspek syiar Islam merupakan bagian dari operasi asuransi tersebut. Syiar Islam tidak hanya dalam bentuk normatif, tetapi juga hubungan antara perusahaan asuransi dengan masyarakat.
c. Dukungan dari berbagai pihak terutana pemerintah, ulama,akademisi dan masyarakat diperlukan untuk memberikan masukan dal penyelenggaraan operasi asuransi Islam. Hal ini diperlukan sebagai kontrol terhadap asuransi Islam agar berjalan pada sistem yang berlaku sekaligus meningkatkan kemampuan asuransi Islam dalam menangkap kebutuhan dan keinginan masyarakat (Heri Sudarsono, 2004: 121).
Peluang Sinergi Antara Asuransi Dan Perbankan
Kerjasama antara asuransi dan perbankan yang paling banyak dilakukan adalah asuransi kredit dan personal accident (Abbas, 2003: 13). Asuransi menyimpan uang di bank serta menjadkan bank sebagai tempat lalu lintas transaksi keuangannya. Betapa banyak kesamaan aktifitas operasional antara asuransi Islam dan perbankan. Banyak sekali peluang kerjasama antara asuransi dan perbankan dengan prinsip win win solution, tanpa harus mengganggu konsep dasar bisnis masing-masing lembaga. Keunggulan perbankan di bidang IT (Informasi Teknologi) misalnya dapat digunakan asuransi dalam mengadministrasikan keuangan masing-masing pemegang polis secara lebih baik. Karena asuransi dalam pemesarannya terutama bersifat dor to dor service, dapat pula dimanfaatkan sebagai perpanjangan tangan tangan perbankan dalam menyebarluaskan produk-produknya. Bank juga dapat berfungsi sekaligus sebagai outborized agency untuk memasarkan produk asuransi (Abbas, 2002: 13). Karena asuransi dapat berinfestasi tanpa menggunakan pihak ketiga, maka penyaluran dana melalui koridor infestasi menjadi semakin besar.
Sering terjadi bahwa bank offer liquid sehingga menanggung beban bunga terhadap idle money yang mereka kuasai dan secara keseluruhan kemungkinan besar akan menjadi negatif spread yang pada gilirannya beban bunga menjadi beban bank central yang notabenenya adalah beban seluruh rakyat. Tidak perlu mencari penyebabnya, namun apabila idle money tersebut instrumennya diubah menjadi polis asuransi Islam maka beban bunga dapat dikurangi sementara uang tersebut dapat pula diinfestasikan. Asuransi dapat pula menggunakan bank sebagai chanelling dalam melakukan pembiayaan retail. Ini dimungkinkan karena bank tidak menanggung resiko terhadap kerugian atas pembiayaan yang dilakukan. Resiko tersebut sepenuhnya menjadi tanggung jawab asuransi (Abbas, 2000:14).
Bancassurance
Bancassurance merupakan bentuk kerjasama bank dan perusahaan asuransi dalam memasarkan produk asuransi atau gabungan produk asuransi dan bank kepada nasabah (Oktavia, 2006). Dalam sejarahnya, perkembangan bancassurance dipelopori oleh Eropa. Di sana, bancassurance tumbuh dengan pesat dalam hal jumlah premi yang dijual melalui bank. Sementara di Asia perkembangannya juga tidak kalah menarik. Di Indonesia bancassurance mulai diperkenalkan pada tahun 1990-an oleh Bank Lippo dengan Lippo Live yang terkenal dengan produk warisan. Dan ikuti oleh produk-produk lain seperti tabungan pendidikan Bank Niaga- Cigna, juga berbagai produk asuransi kesehatan yang dilakukan oleh Bank Danamon dan bank-bank besar lainnya. Meskipun agen asuransi tetap menjadi chanel distribusi yang dominan dalam memasarkan produk asuransi jiwa di Indonesia, perkembangan chanel distribusi bancassurance sangat menggembirkan karen telah menyumbangkan sedikitnya 10% pendapatan premi bisnis baru atau sekitar 1 triliun rupiah.
Kerjasama antar bank dan perusahaan asuransi dalam bancassurance bervariasi. Secara umum dapat dikategorikan menjadi tiga kelompok (Oktavia, 2006). Pertama, perjanjian pemasaran (distribution agreement) yaitu kerjasama yang paling umum dilakukan termasuk di Indonesia. Kedua, kerjasama aliansi strategis (strategic alliance agreement)dan ketiga adalah kelompok jasa keuangan (financial service group). Dua bentuk kerjasama terakhir ini biasanya mengintegrasikan operasi antar bank di depan dan asuransi di belakang (front and back end operations) dalam rangka menawarkanproduk asuransi kepada nasabah bank. Selama ini kerjasama bank dan asuransi lebih banyak meliputi asuransi jiwa termasuk kecelakaan, asuransi kesehatan, asuransi kerugian seperti kendaraan dan unit link.
Pada tahun awal, bancassurance hanya sebatas antara bank yang berada di bawah satu grup. Namun sejak tiga tahun belakangan ini banyak bank yang melakukan kerjasama denga banyak perusahaan asuransi. Tidak dapat dipungkiri bank hanya mau bekerjasama dengan perusahaan asuransi yang mempunyai reputasi yang baik.
Menjelang tahun 2003, sektor perbankan dan asuransi kembali menjalin hubungn mesra dalam mengeluarkan produk kombinasi berupa bancassurance. Produk kombinasi ini dipakai sebagai stretegi yang dipergunakan bank atau asuransi yang bertujuan untuk mengoperasikan pasar jasa keuangan dengan cara yang lebih mudah terintegrasi. Dengan produk bancassurance, masyarakat akan mendapatkan dua keuntungan sekaligus. Selain tercatat sebagai nasabahdi bank, juga terdaftar sebagai peserta asuransi rekanan bank. Premi yang bayarkan langsung dipotong dari tabungan.
Pada Nopember 2002, Bank Danamon menjalin kerjasama dengan Zurich Life Insurance, perusahaan asuransi bereputasi bancassurance tingkat internasional. Pada Januari 2003, Bank Mandiri, bank terbesar di Indonesia menjalin kerjasama dengan AXA Asia Pasific Holdings dengan membentuk perusahaan patungan dalam bidang bancassurance. Perusaan asuransi Eka Life menjalin kerjasama asuransi dengan BII (Majalah Modal, 2003). Gejala yang sama diikuti oleh perusahaan asuransi Islam PT. Asuransi Syariah Mubarakah (ASM) yang resmi menggandeng Bank BNI Syariah dan Bank Bukopin dengan merilis program asuransi tabungan Wadiah Multi Guna (WMG). Bahkan Asuransi Syariah Mubarakahtelah mengawalinya pada Nopember 2002 yang baru dapat berjalan secara efektif pada Januari 2003. Sedangkan PT. Asuransi Takaful Keluarga mengadakan jalinan kerjasama dengan Bank Muamalat Indonesia (BMI) (Majalah Modal, 2003). Peluang di atas hanyalah sebagian kecil dari sejumlah besar peluang kerjasama antara asuransi dan perbankan yang kiranyadapat menjadi renungan kita bersama.
III. PENUTUP
Prospek asuransi Islam di Indonesia akan cerah dan semakin prospektif jika umat Islam dapat membaca dan memberdayakan peluang dan kekuatan yang dimiliki. Di samping itu, asuransi Islam juga harus bisa meminimalisir ancaman atau tantangan yang sudah dan akan muncul sekaligus memperbaiki kelemahan atau kekurangan yang ada. Sebagai sebuah lembaga keuangansyariah, asuransi Islam tidak boleh berkutat pada dataran simbol-simbol keagamaan.
Konsekuensi sebagai bagian dari lembaga keuangan syariah sangat tinggi. Oleh karena itu, konsistensi menjalankan usaha sesuai dengan syariah baik dalam manajemen, produk, investasi, promosi dan lain-lainjuga harus diperhatikan dan diaplikaskan. Sebagai lembaga keuangan yang tentunya juga berorientasi keutungan (profit oriented), asuransi Islam tidak boleh melupakan tujuan awal berdirinya asuransi Islam yang menggusung semboyan sosial oriented sebagai wujud ta’awun ‘ala al birr wa at taqwa.


DAFTAR PUSTAKA
Abbas, Khairul, " Konsep dan Aplikasi Prinsip Syari’ah dalam Bisnis Asuransi Jiwa", makalah dalam seminar nasional Konsep dan Sistem Ekonomi Syari’ah Pada Lembaga Keuangan Perbankan, 30 Mei 2002.
Ali, AM. Hasan, Asuransi dalam Perspektif Hukum Islam: Suatu Tinjauan Analisis Historis, Teotitis dan Praktis (Jakarta: Kencana, 2004) Cet. Ke-1
Dewan Syari’ah Nasional (DSN) Majelis Ulama Indonesia (MUI) Fatwa dewan Syari’ah Nasional No. 21/ DSN-MUI/ X/ 2001 tentang Pedoman Umum Asuransi Syari’ah (Jakarta: 2001)
Hamidi, M. Lutfi, Jejak-jejak Ekonomi Syariah (Jakarta:Senayan Abadi Publishing, 2003), cet. Ke-1
Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003).
Khalil, Jafril, "Asuransi Syari’ah (Konsep dan Aplikasi)", makalah dalam pendidikan dan Penelitian Sistem Operasional Produk Asuransi Syariah PT. Asuransi Syariah Mubarakah, 10-11 nopember 2001.
Tiur, Santi Oktavia, Kompas, " Bancassurance" Layanan Satu Atap Yang Menggiurkan, Selasa, 14 Maret 2006.
Modal, No. 2/ I- Desember 2002.
Modal, No. 9/ I- Juli 2003
Muhammad, "Kebijakan Moneter dan Fiskal dalam Ekonomi Islam", (Jakarta: Salemba Empat, 2002), edisi I.
Qal’ahji, Muhammad Rawwas, "Ensiklopedi fiqh Umar Bin Khaththab", terj. M. Abdul Mudjieb AS. Dkk. (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1999), cet. Ke-1.
Sudarsono, Heri, Bank dan Lembaga Keuangan Syari’ah: Deskripsi dan Ilustrasi, (Yogyakarta: Ekonisia, 2004), cet. Ke-2.
UU RI No. 2 Tahun 1992 Tentang Usaha Perasuransian.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar