Habermas dan Madzhab Frankfurt
Madzhab Frankfurt merupakan proses kontinuitas filsafat Marxis dari kota Frunkfurt. Madzhab Frankfurt adalah suatu komunitas intelektual di sebuah universitas di kota Frankfurt Jerman. Di kota itulah gerakan filsafat pertama kali dilancarkan, yakni filsafat kritis. Adapun madzhab kritis sendiri dikategorikan dalam dua fase. Fase pertama terbentuk dari teori beberapa filosof antara lain Max Hokhaimer, Mercuse, dan Adorno. Diklarasi filsafat kritis dalam fase ini dimotori oleh Hokhaimer dengan karyannya "Tradisional ad Critical Theory", yang pada akhirnya berujung pada kebingungan dalam peng-implememtasi-an teori yang mereka dengungkan. Kemudian muncullah fase kedua yang lebih terkenal dengan sebutan sebagai generasi pencerahan. Fase ini diisi oleh Jurgen Habermas, George Lukacs, Karl Korsh serta Antonio Gramsci. Di fase inilah madzhad kritis mencapai puncak pada titik performanya.
Habermas dan Hermeneutika
Pada dasarnya Habermas lebih dikenal sebagai seorang sosiolog karena lebih sering menyorot masalah social. Sudah dapat dibayangkan tentunya jika seorang sosiolog merumuskan konsep hermeneutika, Teori apa yang akan diusung dan konstruk semacam apa yang akan ditawarkan? Dalam ranah hermeneutika, Habermas menampilkan proyek barunya yang mengawinkan dimensi teori dan praksis perspektif hermeneutika.
Tidak dapat dielakan lagi bahwa yang melatar belakangi tercetusnya ide tersebut adalah upaya penyembuhan terhadap krisis yang diderita oleh mahdzab Frankfurt pada fase pertama. Adapun aksentuasi Habermas ke arah hermeneutica adalah dengan memasukkan unsur filsafat bahasa. Menurutnya, kombinasi antara hermeneutica dan refleksi emansipatoris serta pengetahuan analistis kausalis dapat mendatangkan kontribusi baru bagi teori kritis tanpa meninggalkan batasan teori kritis pada absolutisme ilmu-ilmu social yakni ketika sebuah permasalahan menemukan solusi berupa kebuntuan. Habermas menciptakan kombinasi dialektis yang berfungsi sebagai jembatan antara penjelasan menuju pemahaman yakni berupa aksiokomunik.
Komunikasi adalah sebuah sarana untuk menemukan sebuah kesepahaman antara makna otentik-objektif-saintifik dengan makna akulturatif-subjektif-filosofis. Pendek kata, dia berusaha untuk menyajikan suatu makna yang berasal dari ranah saintifik (sebuah esensi yang tidak tersentuh oleh akal secara dangkal) agar sebuah makna dapat dipahami oleh manusia secara universal. Adapun dari sudut pandang filosofis, dia mengupayakan jalan dialogisasi makna antara bahasa saintis yang sulit dipahami dengan bahasa filosofis yakni bahasa murni dengan bahasa tidak murni karena dalam beberapa kasus tidak akan cukup jika model yang diajukan hanya pihak-pihak dalam satu disiplin ilmu sementara pihak lain yang ikut memiliki kepentingan diabaikan. Kenapa demikian? Suatu teori dari satu disiplin ilmu hanya akan mengetahui makna dari sebuah imperasi. Dan oleh karena itulah cara yang paling tepat untuk bisa digunakan adalah dengan menciptakan komunitas komunikasi (Kommunikations-gameinschaft) masyarakat yang terkena imbas dan menjadi partisipan dalam sebuah diskursus praktis. Karena sebuah kebenaran bukan didasarkan pada tindakan-tindakan yang dikehendaki namun tidak rasional akan tetapi sebuak aksi yang memiliki pengakuan atas norma-norma yang didukung oleh rasio dan dapat dipertanyakan setiap saat.
Pada dasarnya, kerja dan komunikasi merupakan dua tindakan dasar manusia yang menentukan bagaiman kedudukan manusia sebagai spesies yang bergerak dan hidup di atas bumi. Kemudian Habermas mengusung teori komunikasi masyarakat sebagai jalan baru menuju teori kritis. Menurut Habermas, transformasi social perlu diperjuangkan. Salah satu caranya adalah dengan melalui dialog emansipatoris yang difokuskan pada peng-efektifan jalur komunikasi. Bukan melalui jalur dominasi. Dengan demikian, sasaran proyek untuk menjadikan suatu bentuk masyarakat yang dapat berinteraksi dalam suasana komunikasi yang bebas dari penguasaan dan belenggu dogmatisme dapat terwujud. Akhirnya sebuah teori tidak akan mengalami kemandegan meski telah ditemukan kepurnaan dalam konsepnya, namun setidaknya hingga saat ini benang merah yang dapat ditarik adalah bahwa teori Habermas yang paradigmatic untuk sementara dapat dikatakan berhasil dalam mengupayakan disuarakannya emansipasi masyarakat. Karena masyarakat ditempatkan sebagai subjek utama perubahan social. Di samping itu, masyarakat juga diposisikan sebagai pusat proses perubahan dan penciptaan atas suatu tindakan dalam kontrolisasi pengetahuan.
Sasaran Hermeneutika Habermas
Secara global, gambaran tentang Hermeneutika Habermas telah terjabar di depan, namun untuk mengetahui secara lebih terperinci akan kami coba sajikan beberapa stressing dalam konsep hermeneutika Habermas.
Yang pertama, Habermas mengasumsikan bahwa bahasa alamiah jika ditinjau secara prinsipil cukup memadai untuk menjembatani dan menjadi pengurai suatu kompleksitas simbolik, betapapun aneh dan asingnya suatu tanda. Adapun Habermas sendiri mengklasifikasikan pengalaman hermeneutika menjadi dua bagian (momen) yaitu prinsip yang bersifat intersubjektifitas komunikasi terbatas dan yang tidak terbatas. Intersubjektifitas yang tidak terbatas dikarenakan adanya kemungkinan untuk dapat diperluas. Sedangkan yang terbatas dapat disebabkan karena intersubjektifitas itu sendiri pada dasarnya tidak pernah sepenuhnya dapat dicapai. Kedua, Habermas kemudian mengelompokkan seni meyakinkan dan mempersuasi dalam kaitannya dengan hermeneutika filosofis dalam dua hal, (1) mungkin untuk tidak hanya menukarkan informasi melalui medium bahasa sehari-hari, (2) mungkin juga melaluinya dengan sikap yang berorientasi pada tindakan yang akan terbentuk dan berubah.
Madzhab Frankfurt merupakan proses kontinuitas filsafat Marxis dari kota Frunkfurt. Madzhab Frankfurt adalah suatu komunitas intelektual di sebuah universitas di kota Frankfurt Jerman. Di kota itulah gerakan filsafat pertama kali dilancarkan, yakni filsafat kritis. Adapun madzhab kritis sendiri dikategorikan dalam dua fase. Fase pertama terbentuk dari teori beberapa filosof antara lain Max Hokhaimer, Mercuse, dan Adorno. Diklarasi filsafat kritis dalam fase ini dimotori oleh Hokhaimer dengan karyannya "Tradisional ad Critical Theory", yang pada akhirnya berujung pada kebingungan dalam peng-implememtasi-an teori yang mereka dengungkan. Kemudian muncullah fase kedua yang lebih terkenal dengan sebutan sebagai generasi pencerahan. Fase ini diisi oleh Jurgen Habermas, George Lukacs, Karl Korsh serta Antonio Gramsci. Di fase inilah madzhad kritis mencapai puncak pada titik performanya.
Habermas dan Hermeneutika
Pada dasarnya Habermas lebih dikenal sebagai seorang sosiolog karena lebih sering menyorot masalah social. Sudah dapat dibayangkan tentunya jika seorang sosiolog merumuskan konsep hermeneutika, Teori apa yang akan diusung dan konstruk semacam apa yang akan ditawarkan? Dalam ranah hermeneutika, Habermas menampilkan proyek barunya yang mengawinkan dimensi teori dan praksis perspektif hermeneutika.
Tidak dapat dielakan lagi bahwa yang melatar belakangi tercetusnya ide tersebut adalah upaya penyembuhan terhadap krisis yang diderita oleh mahdzab Frankfurt pada fase pertama. Adapun aksentuasi Habermas ke arah hermeneutica adalah dengan memasukkan unsur filsafat bahasa. Menurutnya, kombinasi antara hermeneutica dan refleksi emansipatoris serta pengetahuan analistis kausalis dapat mendatangkan kontribusi baru bagi teori kritis tanpa meninggalkan batasan teori kritis pada absolutisme ilmu-ilmu social yakni ketika sebuah permasalahan menemukan solusi berupa kebuntuan. Habermas menciptakan kombinasi dialektis yang berfungsi sebagai jembatan antara penjelasan menuju pemahaman yakni berupa aksiokomunik.
Komunikasi adalah sebuah sarana untuk menemukan sebuah kesepahaman antara makna otentik-objektif-saintifik dengan makna akulturatif-subjektif-filosofis. Pendek kata, dia berusaha untuk menyajikan suatu makna yang berasal dari ranah saintifik (sebuah esensi yang tidak tersentuh oleh akal secara dangkal) agar sebuah makna dapat dipahami oleh manusia secara universal. Adapun dari sudut pandang filosofis, dia mengupayakan jalan dialogisasi makna antara bahasa saintis yang sulit dipahami dengan bahasa filosofis yakni bahasa murni dengan bahasa tidak murni karena dalam beberapa kasus tidak akan cukup jika model yang diajukan hanya pihak-pihak dalam satu disiplin ilmu sementara pihak lain yang ikut memiliki kepentingan diabaikan. Kenapa demikian? Suatu teori dari satu disiplin ilmu hanya akan mengetahui makna dari sebuah imperasi. Dan oleh karena itulah cara yang paling tepat untuk bisa digunakan adalah dengan menciptakan komunitas komunikasi (Kommunikations-gameinschaft) masyarakat yang terkena imbas dan menjadi partisipan dalam sebuah diskursus praktis. Karena sebuah kebenaran bukan didasarkan pada tindakan-tindakan yang dikehendaki namun tidak rasional akan tetapi sebuak aksi yang memiliki pengakuan atas norma-norma yang didukung oleh rasio dan dapat dipertanyakan setiap saat.
Pada dasarnya, kerja dan komunikasi merupakan dua tindakan dasar manusia yang menentukan bagaiman kedudukan manusia sebagai spesies yang bergerak dan hidup di atas bumi. Kemudian Habermas mengusung teori komunikasi masyarakat sebagai jalan baru menuju teori kritis. Menurut Habermas, transformasi social perlu diperjuangkan. Salah satu caranya adalah dengan melalui dialog emansipatoris yang difokuskan pada peng-efektifan jalur komunikasi. Bukan melalui jalur dominasi. Dengan demikian, sasaran proyek untuk menjadikan suatu bentuk masyarakat yang dapat berinteraksi dalam suasana komunikasi yang bebas dari penguasaan dan belenggu dogmatisme dapat terwujud. Akhirnya sebuah teori tidak akan mengalami kemandegan meski telah ditemukan kepurnaan dalam konsepnya, namun setidaknya hingga saat ini benang merah yang dapat ditarik adalah bahwa teori Habermas yang paradigmatic untuk sementara dapat dikatakan berhasil dalam mengupayakan disuarakannya emansipasi masyarakat. Karena masyarakat ditempatkan sebagai subjek utama perubahan social. Di samping itu, masyarakat juga diposisikan sebagai pusat proses perubahan dan penciptaan atas suatu tindakan dalam kontrolisasi pengetahuan.
Sasaran Hermeneutika Habermas
Secara global, gambaran tentang Hermeneutika Habermas telah terjabar di depan, namun untuk mengetahui secara lebih terperinci akan kami coba sajikan beberapa stressing dalam konsep hermeneutika Habermas.
Yang pertama, Habermas mengasumsikan bahwa bahasa alamiah jika ditinjau secara prinsipil cukup memadai untuk menjembatani dan menjadi pengurai suatu kompleksitas simbolik, betapapun aneh dan asingnya suatu tanda. Adapun Habermas sendiri mengklasifikasikan pengalaman hermeneutika menjadi dua bagian (momen) yaitu prinsip yang bersifat intersubjektifitas komunikasi terbatas dan yang tidak terbatas. Intersubjektifitas yang tidak terbatas dikarenakan adanya kemungkinan untuk dapat diperluas. Sedangkan yang terbatas dapat disebabkan karena intersubjektifitas itu sendiri pada dasarnya tidak pernah sepenuhnya dapat dicapai. Kedua, Habermas kemudian mengelompokkan seni meyakinkan dan mempersuasi dalam kaitannya dengan hermeneutika filosofis dalam dua hal, (1) mungkin untuk tidak hanya menukarkan informasi melalui medium bahasa sehari-hari, (2) mungkin juga melaluinya dengan sikap yang berorientasi pada tindakan yang akan terbentuk dan berubah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar