Selasa, 27 Desember 2011

INDONESIA DAMAI



“ Blending invention into the logical language of strategy

is an art, the art of strategic conversation. “
K. Van Der Heijden, Scenarios, 1996


I.              PRAWACANA

Setelah dua puluh bulan pemerintah Gusdur, Indonesia belum juga kembali ke alam yang penuh kedamaian. Reformasi yang telah berjalan tiga tahun belum juga menghasilkan tatanan pemerintah dan kemasyarakatan yang sesuai dengan tata nilai sosial budaya yang penuh adab. Bahkan akhir-akhir ini bertambah tidak menentu, menunjukkan kekacauan berfikir dan bertindak disebagian wilayah Indonesia. Penyebab utamanya masih tetap : “Tersumbatnya arus komunikasi politik”. Komunikasi antar elite politik, antar politisi, antara rakyat dengan pemimpinnya, antara sesama rakyat yang berbeda kelompok politiknya, antara rakyat dalam satu daerah namun berbeda etnis/keturunan dan antara sesama pejabat namun berbeda interestnya.

Perbedaan demi perbedaan makin diperuncing oleh interest kelompok yang tidak pernah berpihak kepada kepentingan bersama, kesadaran berbangsa dan bernegara dalam keanekaragaman – kebhinnekaan. Kita semua melupakan mengapa “founding father bangsa Indonesia memiliki niat yang luhur membangun bangsa yang penuh kebhinnekaan atas dasar persamaan visi dan tujuan nasional. Kita lupa bahwa selama ini mengaku bangsa yang beradab, bangsa yang berbudaya, dan bangsa yang religius. Namun kelakuannya ambivalen, mendua dan bahkan hipokrit. Akankah Indonesia luluh berantakan bersama keserakahan lahir dan batin ?. Semoga tidak !!!.
  
II.            LATAR BELAKANG

A.   KRISIS AKHLAK DAN MORAL

Dari awal reformasi tiga tahun yang lalu kita ikuti pemberitaan media massa, bahkan mungkin kita alami sendiri, ataupun melihat dengan mata kepala sendiri. Bahwa reformasi menghasilkan dampak ikutan yang negatif pada kelakuan sebagian warga; terjadinya pembakaran, penjarahan, pembunuhan, pemerkosaan, pengrusakan/penghancuran asset negara maupun milik perorangan dan swasta. Dampak negatif ini dipicu oleh perlakuan tidak adil selama tiga dekade oleh penguasa, penegakan hukum yang tidak berpihak kepada rakyat kecil, pelanggaran disiplin dan hukum makin meningkat baik oleh masyarakat maupun aparat. Sejalan dengan penegakan hukum, law enforcement oleh aparat cenderung melanggar HAM. Masyarakat juga menjebak aparat untuk melakukan pelanggaran HAM dengan mencari dukungan penegak hukum yang korup dengan berkolusi, dll. Kesemuanya berlangsung tanpa kesadaran bahwa masing-masing telah melanggar moral dan etika bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Penyebab krisis ini antara lain juga terhambatnya komunikasi antara rakyat dengan pemerintah, melalui desiminasi informasi yang dilakukan oleh aparat dan media massa, membuat rakyat semakin tahu hak dan kewajibannya sebagai warga negara, namun sebaliknya aparat sebagai abdi negara, abdi masyarakat dan pelayan masyarakat justru semakin berubah menjadi PANGREH PRAJA dari pada PAMONG PRAJA. Disini terjadi distorsi yang berakibat miskomunikasi, karena masing-masing memposisikan diri dalam kepentingan yang berbeda. Sejalan dengan itu pula pembangunan di bidang pendidikan umum maupun pendidikan agama, hanya dianggap sukses dengan ukuran kuantitatif fisik (berapa buah gedung sekolah, gereja, mesjid, pura dan kuil yang dibagun), tidak berdasarkan kualitas berapa manusia yang berpendidikan umum dan bermoral baik secara nasional yang dihasilkan.

B.   KONFLIK  HORIZONTAL DAN VERTIKAL

Demikian pula ekses reformasi terhadap sosial kemasyarakatan dan pemerintahan. Masyarakat mulai berani secara terbuka menyatakan gagasan kepada pemerintah, penegak keadilan maupun penjaga ketertiban yang selama ini dinilai hanya berpihak kepada penguasa, pengusaha dan orang kaya.  Pertentangan antara daerah dengan pusat tentang pembagian hasil penggalian kekayaan daerah, yang dirasakan tidak adil. Kesenjangan sosial ekonomi antara pendatang dan penduduk asli, antara WNI keturunan dengan putera daerah, juga dapat memicu konflik horizontal. Demikian pula ketidakadilan perlakuan pengusaha terhadap buruhnya (mengenai upah, kesejahteraan, jabatan maupun rekrutmen pekerja). Kesemuanya memiliki dampak negatif ; meningkatnya para pengungsi dari daerah konflik (Aceh, Sambas, Sampit, Palangkaraya, Poso, Halmahera, Ambon, Atambua dll). Menimbulkan kelompok pro dan kontra penindakan/penanganan daerah konflik, yang satu menghendaki jalan dialog, sebagian penindakan sesuai jalur hukum. Bagaikan gayung bersambut penanganan pro-kontra dan penyelesaian konflik itu, berkaitan pula pada perlawanan masyarakat terhadap POLRI – TNI.

C.   ADANYA GEJALA PENGARUH ASING

Situasi konflik di negara kita, selain dipicu oleh isu strategi dalam negeri, juga tidak luput kemungkinan pengaruh asing, utamanya negara adidaya yang menginginkan menjadi polisi dunia. Kehadiran negara adidaya itu bagaikan pisau bermata dua, menancap di negeri yang di intervensi secara halus. Berbagai informasi melalui media massa dapat dideteksi bahwa insiden di Halmahera dipicu oleh pemancar gelap yang dikendalikan oleh warga negara Belanda, peristiwa Poso yang memicu perang agama di lokasi yang selama ini aman damai, dikendalikan oleh alat komunikasi canggih yang dimotori oleh warga negara Jerman. Karena negara kita tidak memiliki alat kontrol yang canggih (maklum masih underdeveloping country – versi KTT G-15 Jakarta), maka warga Jerman yang sudah mempunyai kader provokator lokal itupun dilepas oleh yang berwajib. Bukan tidak mungkin di Ambon, Aceh, NTT bahkan beberapa kota di Jatim. Sejarah membuktikan bahwa PRRI dan Permesta yang diawali konfliknya dengan pemerintah pusat melalui isu ketidakadilan ekonomi, ternyata juga diintervensi oleh negara adidaya (AS, ingat dropping senjata di Sumbar dan tertembak jatuhnya pilot AS. Allan Pope).

III.           POTENSI  KONFLIK

A.   KETIDAK PERCAYAAN PADA INSTITUSI FORMAL

Institusi formal khususnya lembaga pemerintah, TNI dan Polisi, lembaga legislatif maupun yudikatif, saat ini menjadi tumpuan harapan untuk menjaga jalannya reformasi total menegakkan keadilan, supremasi hukum dan proses demokratisasi. Yang terjadi justru lemahnya proses pencarian keadilan, demokratisasi sedang kemaruk kebebasan mengemukakan pendapat, melalui dialog yang beralih menjadi debat seru, tanpa diikuti oleh bahasa logik dan percakapan stratejik. Apakah hal ini disebabkan oleh pendidikan masyarakat yang masih rendah (SDM kita peringkat 109 dunia) belum jelas. Perguruan Tinggi belum memadai jumlah dan fasilitasnya dibandingkan dengan penduduk usia sekolah di Perguruan Tinggi. Pola kerja SDM di bidang industri maju yang dapat berbeda dengan pola kerja petani, yang senantiasa tergantung iklim dan alam. Sedangkan industri maju memerlukan SDM yang terampil dan penuh disiplin. Frekuensi unjukrasa di berbagai daerah dengan berbagai tuntutan, maka dari kenaikan upah, kesejahteraan sampai perlakuan tidak manusiawi dari manajemen perusahaan. Guna antisipasi konflik yang lebih transparan dikerahkanlah aparat keamanan, yang dikonsentrasikan di suatu wilayah tertentu.

B.   FAKTOR SOSIAL

1.    Potensi konflik yang disebabkan oleh faktor sosial ditandai antara lain: Komposisi penduduk berdasarkan agama, etnis, ras, budaya maupun kelompok kepentingan tertentu di masyarakat, adanya kelompok pemuda (yang juga terfragmentasi dalam agama, politik, etnis, sosial dll)

2.    Kelompok-kelompok penduduk berdasarkan mata pencaharian, seperti ; pedagang, buruh, tani, nelayan, PNS TNI, Polri yang selain berdasarkan profesi juga terfragmentasi lagi dalam sub kelompok usia, jender, agama, suku dll. Hal ini menandakan sub kultur, sub kelompok, sub sistem sosial kemasyarakatan kita memang unik

3.    Kelompok pemukiman penduduk juga menjadi potensi konflik seperti: daerah kumuh, urban, sub urban, rural, perumahan mewah, campuran (ruko dan rukan) dll

4.    Kondisi masyarakat yang bersifat primordial, juga mengandung potensi konflik yang harus diwaspadai oleh setiap penyelenggara negara bersama masyarakat.
      Perlukah potensi konflik diredam ? sudah pasti tidak, karena potensi konflik akan selalu ada di setiap strata dan lini lingkungan kehidupan. Potensi konflik tidak harus diredam. Ingat selama tiga dasawarsa pemerintah mampu menekan potensi konflik. Namun bagaikan teori “pompa”, makin ditekan makin besar perlawanan, manakala ada peluang dan celah untuk meledak. Jadi yang diperlukan adalah membangun saluran/kanolisasi konflik, dan diubah menjadi energi kreatif-kompetitif.


C.   MASALAH EKONOMI

Dibidang ekonomi bukanlah tempat yang kecil potensi konfliknya, melainkan dapat meledak sewaktu-waktu disebabkan isu yang sepele. Potensi konflik yang terpendam dalam masalah ekonomi, antara lain :
1.    Jumlah industri dan jenis produk maupun bahannya juga menjadi potensi konflik berkepanjangan (seperti Freeport, TPL, dulu Busang dll). Limbah industri, daya serap atau segmen pemasaran produk, transparansi dan prasarana jalan yang dapat mengganggu ketenangan masyarakat.
2.    Pertanahan. Masalah ini sangat rumit, mengingat hak atas tanah yang menjadi tanah ulayat, misalnya telah memicu para ahli waris tanah bermasalah akibat pengalihan haknya dilakukan secara intimidatif di masa lalu oleh penguasa yang pengusaha atau pengusaha yang memanfaatkan penguasa, kini mulai digugat. Bahkan diduduki secara paksa dengan membabat lahan perkebunan, menduduki ruas jalan tol, menduduki dengan mendirikan bedeng sementara dll, hal ini jika penanganannya tidak arif akan menimbulkan korban jiwa yang tak perlu terjadi.

3.    Perburuhan. Kesenjangan perlakukan berbagai masalah ketenagakerjaan antara buruh dengan majikan, juga terjadi antara TKI dengan penyedia TKI yang sebagian ternyata menipu TKI. Penyantunan hak TKI dan TKW di luar negeri yang bermasalah, juga kurang memperoleh fasilitas, advokasi maupun perlindungan hukum saat ini dengan retifikasi Konvensi Jenewa mengenai perburuhan,TKI semakin gencar memperjuangkan haknya tanpa peduli akibat ulah unjuk rasa terhadap masyarakat luas, terhadap nasib dirinya maupun nasib perusahaan tempatnya bekerja. Saat ini secara teoritis jumlah pengangguran dengan berbagai sebab (PHK, likuidasi, relokasi pabrik, bencana alam dll) adalah sebanding dengan kenaikan nilai tukar dollar US. Jika di tahun 90-an nilai tukar dollar Rp.2.500,- dengan pengangguran 27 juta jiwa maka kini dengan dollar US Rp.10.000,- berarti 4 x 27 juta. Realita menurut pakar ekonomi Pande Raja Silalahi meliputi 40 juta orang (RCTI, 06 Juni 2001).

IV.          UPAYA MENJUJU INDONESIA DAMAI

A.       REKONSILIASI

Rujuk nasional dalam arti seluas-luasnya untuk membawa kembali bangsa Indonesia menuju aman damai sejahtera adalah pendekatan psikologis yang menyentuh hati nurani setiap warga negara Indonesia. Upaya itu harus mampu menyadarkan setiap insan Indonesia bahwa konflik sekecil apapun dapat merugikan sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara. Upaya ini dikenal dengan “KAMPANYE INDONESIA DAMAI”, melalui “PROGRAM KOMUNIKASI”.

B.       DAMAI ITU INDAH

Damai selain bebas dari peperangan, pertikaian dengan angkat senjata antara kedua belah pihak yang bertikai memperebutkan kebenaran versi masing-masing, juga berarti :
1.    Keadaan dan perasaan aman
2.    Nyaman (pleasant), bersahabat (friendly) tanpa perselisihan.
3.    Mencegah dan menghindari perkelahian fisik
4.    Tidak menghujat dan mencari kesalahan pihak lain
5.    Menghargai kepeloporan dan kepahlawanan
6.    Menghargai pandangan yang berbeda, perbedaan adalah Rakhmat Illahi.
7.    Mendorong tercapainya perselisihan melalui dialog komunikatif = komunikasi dialogis.
Keadaan yang diinginkan untuk mencapai suasana DAMAI, yang bebas dari prasangka buruk, bebas dari kecemasan akibat perbuatan jahat pihak lain dan bebas dari peperangan antar kepentingan yang mengabaikan adab, adat dan kaidah agama.

C.   MANAJEMEN KONFLIK

1.    Penyelesaian konflik antara dua kubu yang bertikai, menuntut kedua belah pihak mampu memahami tidak hanya sudut pandang pihak lain, tetapi juga kebutuhan dan ketaatan mereka. Inilah rasa empati yang menurut pengamatan Kelman, membuat kedua belah pihak: “lebih mampu mempengaruhi pihak lain demi keuntungan mereka sendiri dengan tanggap terhadap kebutuhan-kebutuhan dengan pihak lain, dengan kata lain : mencari jalan agar kedua belah pihak dapat sama-sama menang (win-win solution).

2.    Upaya yang dilakukan : merundingkan dan menyelesaikan ketidaksepakatan (pertikaian) dengan :
a.    Menangani pihak-pihak yang sulit dan situasi tegang dengan diplomasi dan taktik.
b.    Menidentifikasi hal-hal yang menjadi potensi konflik, menyelesaikan perbedaan pendapat secar terbuka, dan membantu mendinginkan situasi.
c.    Menganjurkan debat, diskusi dan dialog secara terbuka.
d.    Mengantar ke solusi menang-menang.

Kunci keberhasilan mengelola konflik ini, sangat tergantung kepada niat baik dan partisispasi pihak-pihak yang berselisih. Partisipasi itu berupa kesediaan mendengarkan dan berbicara secara terbuka. James K.Van Fleet, menafsirkan dalam bukunya : “Conversational Power The Key to Success With People”, 1996 dengan salah satu bagian karyanya : “KEPALA TIDAK MENDENGAR SEBELUM HATI MEMASANG TELINGA”.

V.           P E N U T U P

Muara dari segala upaya damai adalah terwujudnya masyarakat Indonesia yang madani, maju dan mandiri (civil society). Dengan kondisi damai yang diprakarsai oleh kesadaran semua pihak (negarawan, politisi, pengusaha, penguasa, warga masyarakat dengan status apapun) akan menciptakan keadaan dan perasaan aman, nyaman, tenteram, tanpa perselisihan fisik. Dengan demikian segenap potensi bangsa dapat menjalankan tugas dan fungsinya secara optimal. Hasil akhir upaya  ini berpengaruh bagi terwujudnya : “INDONESIA SEJAHTERA”.

Demikian pokok-pokok upaya mencapai Indonesia Damai, “sudah barang tentu diperlukan perencanaan operasional kampanye Indonesia Damai”, dengan strategi, pendekatan, kebijakan, sosialisasi upaya penggalangan kesepakatan serta program aksi melalui media komunikasi yang tepat dengan dukungan dana dan partisipasi masyarakat luas.
Semoga Indonesia Damai Sejahtera.



                                                                                           Makassar, 28 Desember 2011



Alamat :
Ratulangi, Gank 1                                                     Sudianto Aditya (ijho)
Makassar                                                              Pemerhati Komunikasi Publik
E-mail : ijho_anto@yahoo.co.id                                  Dan Irama Kehidupan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar