Zaman globalisasi membuat nilai–nilai moral yang ada dalam masyarakat menjadi semakin berkurang. Pergaulan menjadi semakin bebas sehingga melanggar batas-batas nilai moral dan agama. Hubungan seks yang seharusnya hanya boleh dilakukan dalam ikatan perkawinan sudah dianggap wajar dalam status berpacaran.
Remaja adalah masa peralihan antara tahap anak dan dewasa yang jangka waktunya berbeda-beda tergantung faktor sosial budaya. Cirinya adalah alat-alat reproduksi mulai berfungsi, libido mulai muncul, intelingensi mencapai puncak perkembangannya, emosi sangat stabil, kesetiakawanan yang kuat terhadap teman sebaya dan belum menikah. Masa remaja merupakan masa penggalian jati diri, pada saat penggalian jati diri tersebut muncul rasa ingin tahu yang begitu besar dari diri para remaja. Masalah seks merupakan salah satu hal yang ingin diketahui oleh remaja. Untuk memberikan informasi tentang masalah seks kepada remaja dapat dilakukan dengan memberikan pendidikan seks. Akan tetapi, orang tua yang merupakan orang yang paling dekat dengan remaja, cenderung tertutup jika berbicara tentang masalah seks dengan putra-putri mereka. Hal ini menyebabkan remaja kurang mendapatkan informasi tentang masalah seks dari orang tua mereka (Jhony, 2002).
Remaja yang sudah berkembang kematangan seksualnya, jika kurang mendapatkan pengarahan dari guru atau orang tua, akan dapat mudah terjebak dalam masalah. Masalah yang dimaksud dalam hal ini terutama dapat terjadi apabila remaja tidak dapat mengendalikan perilaku seksualnya. Akibatnya remaja cenderung untuk melakukan hubungan seks di luar nikah, hubungan seks bebas, melakukan aborsi bagi remaja putri dan melakukan tindak perkosaan (Mulyadi, 2008).
Masa remaja secara global berlangsung antara usia 13 sampai dengan 21 tahun. Masa remaja ini dibagi menjadi dua, yaitu masa remaja awal usia 13-18 tahun dan masa remaja akhir usia 18-21 tahun (Hurlock, 1992). Pertumbuhan dan perkembangan fisik dan seksual berlangsung sekitar usia 12 tahun. Pada remaja awal khususnya bagi remaja putri rahimnya sudah bisa dibuahi karena ia sudah mendapatkan menstruasi (datang bulan) yang pertama (Zulkifli, 1986). Seorang remaja akhir mengalami kematangan seksual (dalam kondisi seks yang optimum) dan telah membentuk pola-pola kencan yang lebih serius dan mendalam dengan lawan jenis atau berpotensi aktif secara seksual, terutama remaja putri akan lebih sensitif dorongan seksualnya dan memiliki rasa ingin tahu sangat besar dari pada remaja putra (Mappiere, 1982).
Mahasiswa yang merupakan bagian dari remaja dan memiliki tanggung jawab di kampus pun lebih banyak tidak peduli akan kondisi yang terjadi, apabila tidak terjadi kasus besar dan tidak menjadi berita besar, aktivitas seksual dianggap hal biasa yang terjadi seiring perkembangan mahasiswa. Padahal kondisi mahasiswa semakin hari semakin membawa perubahan cukup mencengangkan, terutama pada aktivitas seksual yang semakin hari menunjukkan jumlah dan dampak negatif yang signifikan (Krisanto, 2008).
Kesehatan reproduksi merupakan masalah penting untuk mendapatkan perhatian terutama di kalangan remaja. Remaja yang kelak akan menikah dan menjadi orang tua sebaiknya mempunyai kesehatan reproduksi yang prima sehingga dapat menurunkan generasi sehat (Manuaba, 1998).
Ada dua faktor yang mendasari perilaku seks pada remaja. Pertama, harapan untuk kawin dalam usia yang relatif muda (20 tahun) dan kedua, makin derasnya arus informasi yang dapat menimbulkan rangsangan seksual remaja terutama di perkotaan (Manuaba, 1998).
Mengenai golongan remaja, ditemukan bahwa lebih dari setengah penduduk dunia berumur di bawah 25 tahun, dan sekitar 80% berada di negara berkembang dan di semua belahan dunia sejumlah besar remaja melakukan aktivitas seks pada umur awal, disertai peningkatan proportional terjadi di luar perkawinan. Dalam melakukan kegiatan seks ini, kebanyakan mereka tidak menggunakan alat kontrasepsi (hanya sekitar 17% wanita 15-19 tahun). Dapat ditambahkan bahwa 15 juta wanita remaja menyumbangkan bayi terhadap kelahiran yang terjadi tiap tahun, yang besarnya 1/5 dari seluruh kelahiran dunia, dan kebanyakan terjadi di negara sedang berkembang (Bustan, 2000).
Berdasarkan hasil penelitian dari Koordinator Kesehatan Reproduksi Jaringan Epidomologi Nasional, 15% dari 2.224 mahasiswa di 15 Universitas negeri dan swasta telah biasa melakukan hubungan seks diluar nikah (Agustiar, 2007). Hasil survey yang dilakukan Bali Post tahun 2000 di 12 kota di Indonesia yaitu terdapat penerimaan angka kasar sebesar 11% remaja di bawah usia 19 tahun pernah melakukan hubungan seksual dan berpotensi melakukan aborsi, sedangkan 59,6% remaja di atas 19 tahun juga pernah melakukan hubungan seksual dan berpeluang lebih besar untuk melakukan aborsi (Balipost, 2007).
Hasil survey yang dilakukan oleh pihak kepolisian dan TNI pada bulan September 2002 di Kota Baturaja Sumatera Selatan terdapat banyaknya tempat-tempat hiburan dan “tempat-tempat persinggahan” atau “peristirahatan” seperti diskotik, tempat karaoke, dan lain-lain yang dihuni oleh remaja dengan usia 18-24 tahun. Berdasarkan penggeledahan yang dilakukan setiap bulan, didapatkan informasi 70% remaja di tempat-tempat tersebut melakukan sex intercourse (hubungan kelamin) dan ketika terjadi kehamilan yang tidak diinginkan mereka cenderung untuk melakukan aborsi, selebihnya yang 30% bersikap kontra terhadap aborsi dan lebih memilih meneruskan kehamilannya dengan berbagai macam alasan yang bersifat individual (Dokumentasi Kepolisian Baturaja, 2002). Mendukung hal tersebut pada tahun 2003 Kabid Pengendalian Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi BKKBN Jawa Barat, Danu Wisastra, mengadakan survey pada 5 kota di Indonesia yaitu Kupang, Palembang, Singkawang, Tasik Malaya, dan Cirebon. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 36,35% remaja berusia di atas 18 tahun telah melakukan hubungan seks pranikah dan dari jumlah tersebut 40,1% diantaranya tidak menggunakan alat kontrasepsi dan siap melakukan aborsi jika terjadi kehamilan (BKKBN,2007).
Khusus untuk Sulawesi Selatan pada tahun 2007, kasus HIV/AIDS mengalami peningkatan. Ini terbukti pada akhir tahun 2006 masih tercatat sekitar 900 kasus HIV/AIDS. Namun,pada Juni 2007 sudah naik menjadi 1.564 kasus dan bahkan melonjak drastis hingga November 2007 dengan 1.630 kasus (Depkes, 2008).
Berdasarkan data Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan, di Sulawesi Selatan angka penderita HIV/AIDS mencapai 1.800 jiwa, dan 70% diantaranya berasal dari Makassar. Populasi pengidap HIV/AIDS di Makassar makin tidak terkendali. Dalam kurun waktu setahun, jumlah pengidap HIV/AIDS meningkat dua kali lipat. Tercatat, di tahun 2006 angka penderita mencapai 786 orang, dan di tahun 2007 meningkat menjadi 1.432 orang atau terjadi peningkatan hampir 100 persen atau sekitar 646 orang (Depkes, 2008).
Di Sulawesi Selatan data yang bersumber dari BKKBN, Pasangan Usia Subur (PUS) tahun 2007 sebanyak 1.219.516 pasangan, sedangkan PUS yang dibawah umur 20 tahun sebanyak 50.952 pasangan atau 4,18% dari seluruh pasangan usia subur. Rendahnya umur perkawinan pertama ini disebabkan oleh beberapa faktor antara lain faktor sosial ekonomi, pengetahuan penduduk yang masih rendah akan masalah pendewasaan perkawinan, dan masih banyaknya orang tua yang takut bila anaknya menjadi perawan tua (BKKBN, 2008).
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Muhammad Jufri, pada tahun 2006 bahwa sebanyak 29,24% mahasiswa di Makassar setuju dengan seks pranikah. Alasan mahasiswa yang setuju dengan budaya ini di antaranya karena kebutuhan dasar, asal tidak hamil, tuntutan zaman dan coba-coba atau latihan. Hasil penelitian lain yang telah diperoleh yaitu sebanyak 68,86% menyatakan pernah bergandengan tangan dengan pasangan, bercium pipi (50%), ciuman bibir (51,88%), saling membelai dengan pasangan (65,26%) meraba payudara (34,90 %) dan senggama (21,69%) (Jufri, 2006).
Hasil survei yang telah dilakukan di UNHAS tahun 2008, mahasiswa sebanyak 3028 orang, penelitian ini menunjukkan bahwa 260 orang (8,6%) mahasiswa yang telah melakukan hubungan seks pranikah dan yang tidak pernah melakukan hubungan seks pranikah sebesar 2155 (71,2%). Dari seluruh responden yang di survai terdapat 613 (20,2%) responden yang tidak mengisi kuesioner. Untuk penelitian di Fakultas Kesehatan Masyarakat, UNHAS, dengan jumlah sampel mahasiswa sebanyak 413 orang, menunjukkan bahwa 20 orang (6,9%) mahasiswa yang mengaku telah melakukan hubungan seks pranikah dan sisanya tidak pernah melakukan hubungan seks pranikah (HEART, 2008).
Dari berbagai hasil penelitian inilah yang mendorong penulis untuk melakukan penelitian terhadap faktor-faktor yang berhubungan terjadinya seks menyimpang pada mahasiswa FKM UNHAS tahun 2008.
Tingginya persentase mahasiswa/remaja yang telah melakukan hubungan seks pranikah maka seharusnya remaja putri diberi bimbingan dari lingkungan yang kecil yaitu keluarga supaya remaja terhindar dari perilaku seksual pranikah yang memungkinkan bisa menyebabkan terjadinya kehamilan.(idn)
SUDIANTO_Ijho
Jurusan Epidemiologi, FKM UIT Makassar Angk.2008
Remaja adalah masa peralihan antara tahap anak dan dewasa yang jangka waktunya berbeda-beda tergantung faktor sosial budaya. Cirinya adalah alat-alat reproduksi mulai berfungsi, libido mulai muncul, intelingensi mencapai puncak perkembangannya, emosi sangat stabil, kesetiakawanan yang kuat terhadap teman sebaya dan belum menikah. Masa remaja merupakan masa penggalian jati diri, pada saat penggalian jati diri tersebut muncul rasa ingin tahu yang begitu besar dari diri para remaja. Masalah seks merupakan salah satu hal yang ingin diketahui oleh remaja. Untuk memberikan informasi tentang masalah seks kepada remaja dapat dilakukan dengan memberikan pendidikan seks. Akan tetapi, orang tua yang merupakan orang yang paling dekat dengan remaja, cenderung tertutup jika berbicara tentang masalah seks dengan putra-putri mereka. Hal ini menyebabkan remaja kurang mendapatkan informasi tentang masalah seks dari orang tua mereka (Jhony, 2002).
Remaja yang sudah berkembang kematangan seksualnya, jika kurang mendapatkan pengarahan dari guru atau orang tua, akan dapat mudah terjebak dalam masalah. Masalah yang dimaksud dalam hal ini terutama dapat terjadi apabila remaja tidak dapat mengendalikan perilaku seksualnya. Akibatnya remaja cenderung untuk melakukan hubungan seks di luar nikah, hubungan seks bebas, melakukan aborsi bagi remaja putri dan melakukan tindak perkosaan (Mulyadi, 2008).
Masa remaja secara global berlangsung antara usia 13 sampai dengan 21 tahun. Masa remaja ini dibagi menjadi dua, yaitu masa remaja awal usia 13-18 tahun dan masa remaja akhir usia 18-21 tahun (Hurlock, 1992). Pertumbuhan dan perkembangan fisik dan seksual berlangsung sekitar usia 12 tahun. Pada remaja awal khususnya bagi remaja putri rahimnya sudah bisa dibuahi karena ia sudah mendapatkan menstruasi (datang bulan) yang pertama (Zulkifli, 1986). Seorang remaja akhir mengalami kematangan seksual (dalam kondisi seks yang optimum) dan telah membentuk pola-pola kencan yang lebih serius dan mendalam dengan lawan jenis atau berpotensi aktif secara seksual, terutama remaja putri akan lebih sensitif dorongan seksualnya dan memiliki rasa ingin tahu sangat besar dari pada remaja putra (Mappiere, 1982).
Mahasiswa yang merupakan bagian dari remaja dan memiliki tanggung jawab di kampus pun lebih banyak tidak peduli akan kondisi yang terjadi, apabila tidak terjadi kasus besar dan tidak menjadi berita besar, aktivitas seksual dianggap hal biasa yang terjadi seiring perkembangan mahasiswa. Padahal kondisi mahasiswa semakin hari semakin membawa perubahan cukup mencengangkan, terutama pada aktivitas seksual yang semakin hari menunjukkan jumlah dan dampak negatif yang signifikan (Krisanto, 2008).
Kesehatan reproduksi merupakan masalah penting untuk mendapatkan perhatian terutama di kalangan remaja. Remaja yang kelak akan menikah dan menjadi orang tua sebaiknya mempunyai kesehatan reproduksi yang prima sehingga dapat menurunkan generasi sehat (Manuaba, 1998).
Ada dua faktor yang mendasari perilaku seks pada remaja. Pertama, harapan untuk kawin dalam usia yang relatif muda (20 tahun) dan kedua, makin derasnya arus informasi yang dapat menimbulkan rangsangan seksual remaja terutama di perkotaan (Manuaba, 1998).
Mengenai golongan remaja, ditemukan bahwa lebih dari setengah penduduk dunia berumur di bawah 25 tahun, dan sekitar 80% berada di negara berkembang dan di semua belahan dunia sejumlah besar remaja melakukan aktivitas seks pada umur awal, disertai peningkatan proportional terjadi di luar perkawinan. Dalam melakukan kegiatan seks ini, kebanyakan mereka tidak menggunakan alat kontrasepsi (hanya sekitar 17% wanita 15-19 tahun). Dapat ditambahkan bahwa 15 juta wanita remaja menyumbangkan bayi terhadap kelahiran yang terjadi tiap tahun, yang besarnya 1/5 dari seluruh kelahiran dunia, dan kebanyakan terjadi di negara sedang berkembang (Bustan, 2000).
Berdasarkan hasil penelitian dari Koordinator Kesehatan Reproduksi Jaringan Epidomologi Nasional, 15% dari 2.224 mahasiswa di 15 Universitas negeri dan swasta telah biasa melakukan hubungan seks diluar nikah (Agustiar, 2007). Hasil survey yang dilakukan Bali Post tahun 2000 di 12 kota di Indonesia yaitu terdapat penerimaan angka kasar sebesar 11% remaja di bawah usia 19 tahun pernah melakukan hubungan seksual dan berpotensi melakukan aborsi, sedangkan 59,6% remaja di atas 19 tahun juga pernah melakukan hubungan seksual dan berpeluang lebih besar untuk melakukan aborsi (Balipost, 2007).
Hasil survey yang dilakukan oleh pihak kepolisian dan TNI pada bulan September 2002 di Kota Baturaja Sumatera Selatan terdapat banyaknya tempat-tempat hiburan dan “tempat-tempat persinggahan” atau “peristirahatan” seperti diskotik, tempat karaoke, dan lain-lain yang dihuni oleh remaja dengan usia 18-24 tahun. Berdasarkan penggeledahan yang dilakukan setiap bulan, didapatkan informasi 70% remaja di tempat-tempat tersebut melakukan sex intercourse (hubungan kelamin) dan ketika terjadi kehamilan yang tidak diinginkan mereka cenderung untuk melakukan aborsi, selebihnya yang 30% bersikap kontra terhadap aborsi dan lebih memilih meneruskan kehamilannya dengan berbagai macam alasan yang bersifat individual (Dokumentasi Kepolisian Baturaja, 2002). Mendukung hal tersebut pada tahun 2003 Kabid Pengendalian Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi BKKBN Jawa Barat, Danu Wisastra, mengadakan survey pada 5 kota di Indonesia yaitu Kupang, Palembang, Singkawang, Tasik Malaya, dan Cirebon. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 36,35% remaja berusia di atas 18 tahun telah melakukan hubungan seks pranikah dan dari jumlah tersebut 40,1% diantaranya tidak menggunakan alat kontrasepsi dan siap melakukan aborsi jika terjadi kehamilan (BKKBN,2007).
Khusus untuk Sulawesi Selatan pada tahun 2007, kasus HIV/AIDS mengalami peningkatan. Ini terbukti pada akhir tahun 2006 masih tercatat sekitar 900 kasus HIV/AIDS. Namun,pada Juni 2007 sudah naik menjadi 1.564 kasus dan bahkan melonjak drastis hingga November 2007 dengan 1.630 kasus (Depkes, 2008).
Berdasarkan data Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan, di Sulawesi Selatan angka penderita HIV/AIDS mencapai 1.800 jiwa, dan 70% diantaranya berasal dari Makassar. Populasi pengidap HIV/AIDS di Makassar makin tidak terkendali. Dalam kurun waktu setahun, jumlah pengidap HIV/AIDS meningkat dua kali lipat. Tercatat, di tahun 2006 angka penderita mencapai 786 orang, dan di tahun 2007 meningkat menjadi 1.432 orang atau terjadi peningkatan hampir 100 persen atau sekitar 646 orang (Depkes, 2008).
Di Sulawesi Selatan data yang bersumber dari BKKBN, Pasangan Usia Subur (PUS) tahun 2007 sebanyak 1.219.516 pasangan, sedangkan PUS yang dibawah umur 20 tahun sebanyak 50.952 pasangan atau 4,18% dari seluruh pasangan usia subur. Rendahnya umur perkawinan pertama ini disebabkan oleh beberapa faktor antara lain faktor sosial ekonomi, pengetahuan penduduk yang masih rendah akan masalah pendewasaan perkawinan, dan masih banyaknya orang tua yang takut bila anaknya menjadi perawan tua (BKKBN, 2008).
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Muhammad Jufri, pada tahun 2006 bahwa sebanyak 29,24% mahasiswa di Makassar setuju dengan seks pranikah. Alasan mahasiswa yang setuju dengan budaya ini di antaranya karena kebutuhan dasar, asal tidak hamil, tuntutan zaman dan coba-coba atau latihan. Hasil penelitian lain yang telah diperoleh yaitu sebanyak 68,86% menyatakan pernah bergandengan tangan dengan pasangan, bercium pipi (50%), ciuman bibir (51,88%), saling membelai dengan pasangan (65,26%) meraba payudara (34,90 %) dan senggama (21,69%) (Jufri, 2006).
Hasil survei yang telah dilakukan di UNHAS tahun 2008, mahasiswa sebanyak 3028 orang, penelitian ini menunjukkan bahwa 260 orang (8,6%) mahasiswa yang telah melakukan hubungan seks pranikah dan yang tidak pernah melakukan hubungan seks pranikah sebesar 2155 (71,2%). Dari seluruh responden yang di survai terdapat 613 (20,2%) responden yang tidak mengisi kuesioner. Untuk penelitian di Fakultas Kesehatan Masyarakat, UNHAS, dengan jumlah sampel mahasiswa sebanyak 413 orang, menunjukkan bahwa 20 orang (6,9%) mahasiswa yang mengaku telah melakukan hubungan seks pranikah dan sisanya tidak pernah melakukan hubungan seks pranikah (HEART, 2008).
Dari berbagai hasil penelitian inilah yang mendorong penulis untuk melakukan penelitian terhadap faktor-faktor yang berhubungan terjadinya seks menyimpang pada mahasiswa FKM UNHAS tahun 2008.
Tingginya persentase mahasiswa/remaja yang telah melakukan hubungan seks pranikah maka seharusnya remaja putri diberi bimbingan dari lingkungan yang kecil yaitu keluarga supaya remaja terhindar dari perilaku seksual pranikah yang memungkinkan bisa menyebabkan terjadinya kehamilan.(idn)
SUDIANTO_Ijho
Jurusan Epidemiologi, FKM UIT Makassar Angk.2008
Tidak ada komentar:
Posting Komentar