B A B I
P E N D A H U L U A N
A. Latar Belakang Masalah
Sistem pemerintahan daerah pada
masa orde baru berlangsung selama 32 tahun, dan sebagai landasan pelaksanaannya
adalah Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan di
Daerah dengan menganut 3 azas penyelenggaraan pemerintahan yakni azas
Dekonsentrasi, Desentralisasi dan Tugas Pembantuan dengan prinsip otonomi yang
nyata dan bertanggung jawab.
Otonomi yang dilaksanakan pada saat
itu tidak berjalan secara demokratis,
karena kedudukan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan Bupati Kepala Daerah
sama-sama sebagai Pemerintah Daerah, seperti yang disebutkan dalam pasal 13
dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 yang menyangkut tentang pengertian
pemerintah daerah yaitu bahwa pemerintah daerah adalah kepala daerah dan DPRD.
Dengan persamaan kedudukan sebagai pemerintah daerah, maka Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah dalam menjalankan tugas dan fungsinya sangat terbatas. Pasal
tersebut terkesan mengekang fungsi dari DPRD sebagai salah satu lembaga pengawas
di daerah, sehingga fungsi pengawasan yang dilakukan pada setiap peraturan dan
kebijakan daerah khususnya mengenai
APBD, tidak berjalan secara efektif.
Disisi lain, sumber Pendapatan Asli Daerah baik yang diperoleh dari
pajak maupun hasil dari sumber daya alam lainnya berupa retribusi, lebih besar
disetor kepada Pemerintah Pusat daripada yang tinggal di daerah. Kenyataan
seperti itulah sangat dirasakan oleh pemerintah daerah untuk mengatur
penggunaan anggaran keuangan daerahnya dalam menata penyelenggaraan roda
pemerintahan, pembangunan dan pembinaan kemasyarakatan.
Dengan bergulirnya pemerintahan reformasi,
maka upaya yang dilakukan dalam rangka menata kembali sistem pemerintahan
daerah, lahirlah Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah,
dengan pola prinsip otonomi daerah yang nyata dan luas yang merupakan suatu
harapan yang selama ini didambakan oleh Pemerintah Daerah, Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah dan masyarakat.
Dalam melaksanakan fungsi
pengawasan, DPRD dilengkapi dengan hak-hak khusus yang dapat mendukung
efektifitas kerjanya sebagai salah satu lembaga kontrol di daerah. Hak-hak
tersebut seperti hak meminta pertanggungjawaban bupati, hak penyelidikan
(angket), hak meminta keterangan (interpelasi), hak perubahan atas rancangan
peraturan daerah, hak mengajukan pernyataan pendapat, hak mengajukan rancangan
peraturan daerah, hak menentukan anggaran belanja DPRD, dan yang paling penting
bahwa dalam penentuan diterima tidaknya Rancangan APBD yang diusulkan oleh
eksekutif, DPRD memiliki hak yang sangat besar.
Pemberian Otonomi Daerah yang
tertuang dalam Undang-undang Nomor 22 tahun 1999 ini, sepenuhnya diserahkan
kepada daerah yang bersangkutan untuk diatur oleh Pemerintah Daerah dan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah dalam rangka mengatur dan mengurus rumah tangganya
sendiri, kecuali beberapa urusan yang masih ditangani oleh Pemerintah Pusat
antara lain : urusan pertahanan dan keamanan, agama, hubungan luar negeri serta
peradilan dan moneter.
Berkaitan dengan itu maka sebagai upaya untuk memajukan
penyelenggaraan kegiatan pemerintahan, pembangunan dan pembinaan kemasyarakatan
di daerah, Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dituntut untuk
menggali dan memanfaatkan potensi-potensi
sumber daya alam sebagai sumber pendapatan daerah yang akan menunjang
pembiayaan penyelenggaraan yang dimaksud, berdasarkan perhitungan perolehan
pendapatan daerah yang diatur dalam Undang-undang Nomor 25 tahun 1999 tentang
Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah yang diatur dalam bentuk Dana Alokasi
Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK) yang kemudian dirumuskan dalam
penetapan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang diajukan oleh pihak
Eksehutif (pemerintah daerah), dibahas di DPRD dan disahkan untuk selanjutnya
dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah.
Berdasarkan hal-hal seperti yang
telah dikemukakan di atas maka penulis mencoba membahasnya secara umum mengenai
fungsi DPRD tersebut dalam sebuah tulisan skripsi yang berjudul “
FUNGSI PENGAWASAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH (DPRD) TERHADAP PELAKSANAAN
ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (APBD) DI KABUPATEN TANA TORAJA “
B. Rumusan Masalah
Bertitik tolak pada latar belakang
masalah seperti yang telah dikemukakan sebelumnya, maka kami mencoba membatasi
masalah yang akan di bahas, sebab fungsi DPRD dalam menjalankan tugasnya
sebagai lembaga pengawas terdapat beberapa hal, untuk itu agar
pembahasannya tidak terlalu luas, maka
batasan masalah tersebut yakni Fungsi Pengawasan DPRD Kabupaten Tana Toraja terhadap
pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Tana Toraja.
Berdasarkan batasan masalah tersebut, maka rumusan masalahnya adalah sebagai
berikut :
1.
Bagaimana realisasi fungsi
pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) terhadap pelaksanaan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah di Kabupaten Tana Toraja ?
2.
Faktor-faktor apa yang
mempengaruhi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dalam melaksanakan fungsi
pengawasannya terhadap pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Tana Toraja ?
C.
Tujuan Penelitian
Tujuan
dari pelaksanaan penelitian adalah :
1.
Untuk mengetahui bagaimana
fungsi pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah terhadap pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah Kabupaten Tana Toraja.
2.
Untuk mengetahui faktor-faktor
apa yang mempengaruhi fungsi pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah terhadap
pelaksanaan Anggaran dan Pendapatan Belanja Daerah Kabupaten Tana Toraja.
D.
Manfaat Penelitian
Manfaat
yang dapat diambil dalam melakukan penelitian adalah :
1.
Dapat diketahui bagaimana
pelaksanaan fungsi pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah terhadap
pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Tana Toraja.
2.
Dapat diketahui faktor-faktor
apa yang mempengaruhi pelaksanaan fungsi pengawasan DPRD terhadap pelaksanaan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Tana Toraja.
3.
Sebagai bahan referensi dalam
meningkatkan tugas pengawasan Dewan perwakilan Rakyat Daerah dalam rangka
pemberdayaan DPRD sebagai Badan Legislatif di daerah.
4.
Sebagai bahan bacaan bagi
mereka yang ingin melakukan penelitian yang sama dan yang lebih luas.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
DAN KERANGKA PIKIR
2.1. Tinjauan Pustaka
A. Pengertian Pengawasan
Salah satu aspek penting dalam
pelaksanaan rencana sebagai bagian dari proses perencanaan yang menyeluruh
adalah pengawasan. Pengawasan adalah salah satu unsur penting dalam rangka
meningkatkan pelaksanaan tugas-tugas umum Pemerintahan dan Pembangunan. Oleh
karena setiap kegiatan bagaimanapun bentuk dan sifatnya tentunya memerlukan
pengawasan demi lancarnya proses pembangunan yang terarah sesuai dengan program
untuk terciptanya hasil yang kita harapkan.
Untuk mencapai tujuan pembangunan
nasional, maka diharapkan adanya pengawasan yang baik, karena pelaksanaan
pembangunan yang meliputi seluruh aspek kehidupan yang kompleks ini, tentunya
sangat dirasakan pentingnya pengawasan yang dilaksanakan secara efisien dan
efektif sehingga apa yang diharapkan dapat tercapai dan tidak terjadi
penyimpangan-penyimpangan yang tidak diinginkan. Pengawasan dapat dipandang
sebagai suatu keharusan kearah pencapaian tujuan yang telah dirumuskan dalam
berbagai program pembangunan.
Sujamto (1986:19) memberikan
defenisi tentang pengawasan dengan mengembalikan pengertian pengawasan pada
kata dasarnya dalam bahasa Indonesia yaitu “ awas “, yang selanjutnya
didefenisikan “ mampu mengetahui secara cermat dan seksama “.
Dalam setiap usaha pencapaian
tujuan, pengawasan mutlak diperlukan untuk mencegah terjadinya
penyimpangan-penyimpangan dari rencana yang telah ditetapkan. Seperti yang
diungkapkan oleh George R. Terry di dalam buku Sujamto (1986:17) yang
mengatakan bahwa :
Control is to determine what is accompleshed measure,
it needed to insure result in keeping with the plan, (pengawasan untuk
menentukan apa yang telah dicapai mengadakan evaluasi atasnya, dan mengambil
tindakan-tindakan korektif bila diperlukan untuk menjamin agar hasilnya sesuai
dengan rencana).
Sujamto (1986:19) selanjutnya mengemukakan pendapatnya bahwa “ pengawasan
adalah segala usaha atau kegiatan untuk mengetahui dan menilai kenyataan yang
sebenarnya mengenai pelaksanaan tugas
atau kegiatan apakah sesuai dengan yang semestinya atau tidak “.
Sehubungan dengan hal tersebut,
maka yang perlu diperhatikan dalam suatu kegiatan pengawasan adalah
membandingkan secara menyeluruh antara yang seharusnya dan yang dilaksanakan
dengan adanya suatu kriteria atau standar.
Pengawasan itu sendiri dapat
dibedakan menurut :
1.
Subyek yang melakukan
pengawasan
Berdasarkan
subyek yang melakukan pengawasan dalam Sistem Administrasi Negara Indonesia
(SANRI) dikembangkan empat macam pengawasan yaitu :
a.
Pengawasan melekat (waskat),
yaitu pengawasan yang dilakukan oleh setiap pimpinan terhadap bawahannya dan
satuan kerja yang dipimpinnya.
b.
Pengawasan fungsional (Wasnal),
ialah pengawasan yang dilakukan oleh aparat yang tugas pokoknya melakukan
pengawasan seperti BPK, BPKP dan Bawasda yang dulu inspektorat.
c.
Pengawasan legislatif (Wasleg),
yaitu pengawasan yang dilakukan oleh
Lembaga perwakilan Rakyat baik di Pusat (DPR) mapun di daerah (DPRD).
d.
Pengawasan Masyarakat (Wasmas),
ialah pengawasan yang dilakukan oleh masyarakat, seperti yang termuat di dalam
media massa atau media elektronik.
2.
Cara pelaksanaan pengawasan
Berdasarkan
faktor ini dapatlah dibedakan menjadi pengawasan langsung dan pengawasan tidak
langsung.
a.
Pengawasan langsung, ialah
pengawasan yang dilaksanakan di tempat kegiatan berlangsung, yang dilakukan
dengan cara inspeksi mendadak atau pemeriksaan mendadak.
b.
Pengawasan tidak langsung,
yaitu pengawasan yang dilaksanakan dengan mengadakan pemantauan dan pengkajian
laporan dari pejabat/satuan kerja yang bersangkutan, aparat pengawasan
fungsional, pengawasan legislatif dan pengawasan masyarakat.
3.
Waktu pelaksanaan pengawasan
a.
Pengawasan dilaksanakan sebelum
kegiatan dimulai, pengawasan ini antara lain dilakukan dengan mengadakan
pemeriksaan dan persetujuan rencana kerja dan rencana anggarannya, penetapan
petunjuk operasional (PO), persetujuan atas rancangan peraturan
perundang-undangan yang ditetapkan oleh pejabat instansi yang lebih rendah.
Pengawasan ini bersifat preventif dengan tujuan untuk mencegah terjadinya
penyimpangan, penyelewengan, pemborosan, kesalahan, terjadinya hambatan dan
kegagalan. Dalam bidang keuangan dikenal dengan istlah sistem preaudit yaitu
dengan pemeriksaan dan persetujuan
terhadap pembayaran yang dilakukan.
b.
Pengawasan yang dilakukan
selama pekerjaan sedang berlangsung, pengawasan ini bertujuan membandingkan antara hasil yang nyata-nyata
dicapai dalam waktu selanjutnya. Demikian pentingnya pengawasan ini, sehingga
perlu dikembangkan sistem monitoring yang mampu mendeteksi atau mengetahui
secara dini kemungkinan timbulnya penyimpangan, kesalahan dan kegagalan.
c.
Pengawasan yang dilakukan
sesudah pekerjaan selesai dilaksanakan, pengawasan ini dilakukan dengan cara
membandingkan antara kerja dan hasil. Dibidang keuangan dikenal dengan istilah
post audit, yaitu pemeriksaan terhadap bukti-bukti pembayaran, pengawasan ini
juga merupakan pengawasan represif.
Menurut Drs. Sukarno K (1985:46),
menyatakan bahwa pengawasan adalah “ suatu proses yang menentukan tentang apa
yang harus dilaksanakan sejalan dengan rencana “
Dari
pengertian tersebut di atas dapat diartikan bahwa pengawasan bukan untuk
mencari kesalahan orang lain, akan tetapi untuk mencari kebenaran terhadap
hasil pelaksanaan pekerjaan.
Jadi pengawasan merupakan suatu hal yang penting untuk
diadakan, karena suatu kegiatan yang tidak disertai pengawasan adalah merupakan
hal yang mengalami kepincangan yang pada akhirnya akan menimbukan hal-hal yang
tidak dinginkan. Untuk itu arti sesungguhnya dari pengawasan adalah tugas untuk
mencocokkan sampai dimanakah program atau rencana yang telah digariskan itu
dapat dilaksanakan. Dengan demikian dapat diketahui kelemahan-kelemahannya dan
kekurangan-kekurangannya, serta dapat dicari jalan keluarnya untuk
mengatasinya. Dan jika terjadi penyimpangan, melalui pengawasan akan dapat
dilakukan tindakan perbaikan sedemikian rupa sehingga pelaksanaan kegiatan
tersebut dapat sesuai dengan rencana semula.
Sehubungan dengan pengertian diatas, maka dalam rangka
menciptakan peningkatan daya guna dan hasil guna pengawasan dapat dilakukan
dengan jalan :
1.
Menyebar
luaskan pengertian dan kesadaran pengawasan kesemua lingkungan masyarakat pada
umumnya dan semua jajaran aparatur pemerintah pada khususnya
2.
Meningkatkan kemampuan aparat
pengawasan fungsional dan pengawasan melekat
3.
Menentukan sasaran prioritas dan
ruang lingkup pengawasan yang tepat bagi aparat pengawasan fungsional
pemerintahan.
4.
Meningkatkan efektifitas
pelaksanaan tindak lanjut atas hasil-hasil pengawasan
Jika
ditinjau dari segi pelaksanaan, maka pengawasan itu dapat dibedakan atas :
1.
Pengawasan Preventif, yaitu
pengawasan yang dilakukan sebelum tindakan diambil. Pengawasan yang umumnya
berupa tata cara yang harus ditempuh dalam melakukan tindakan, dimana biasanya
berwujud sebagai peraturan-peraturan atau prosedur kerja yang harus diikuti.
Maksud dari pengawasan ini adalah untuk mencegah terjadinya kekeliruan atau
kesalahan dalam pelaksanaan kegiatan.
2.
Pengawasan Represif, yaitu
pengawasan yang dilakukan setelah adanya pelaksanaan pekerjaan. Maksud diadakan
pengawasan ini adalah untuk menjamin agar kelangsungan pelaksanaan pekerjaan,
hasilnya sesuai dengan rencara yang telah ditetapkan.
3.
Pengawasan dari jauh, yaitu
pengawasan yang dilakukan atas dasar laporan-laporan mengenai kegiatan-kegiatan
yang dilakukan misalnya laporan pertanggungjawaban realisasi proyek,
bukti-bukti pengeluaran dan penerimaan dan lain-lain.
4.
Pengawasan dari dekat, yaitu
pengawasan yang dilakukan dengan cara pemeriksaan dilokasi Proyek. Dengan cara
ini, maka semua ketentuan-ketentuan yang ada dapat dicocokkan dengan keaadaan
dilokasi tersebut, misalnya terhadap semua ketentuan baik secara teknis maupun
secara administrasi yang tercantum dalam ketentuan teknis dan administrasi
(Rencana Anggaran Biaya/RAB).
Pengawasan
dapat pula dilihat dari sudut siapa yang melaksanakan. Hal ini dapat dibedakan
atas :
1. Pengawasan Intern, yaitu
pengawasan yang dilakukan oleh orang/badan yang ada di dalam lingkungan
organisasi itu sendiri. Aparat/unit pengawasan ini bertindak atas nama pimpinan
organisasi yang bertugas mengumpulkan data dan informasi yang diperlukan oleh
pimpinan organisasi. Data dan informasi ini dipergunakan oleh pimpinan untuk
menilai kemajuan atau perkembangan dalam pelaksanaan pekerjaan, sebaliknya
pimpinan dapat pula melakukan tindakan-tindakan perbaikan terhadap pelaksanaan
pekerjaan yang dilakukan oleh bawahannya.
2.
Pengawasan Ekstern, yaitu
pengawasan yang dilakukan oleh aparat/unit pengawasan yang dilakukan dari luar
organisasi. Aparat/unit pengawasan yang dilakukan dari luar organisasi itu
adalah aparat pengawas yang bertindak atas nama pimpinan organisasi karena
permintaanya.
Bahwa
pada umumnya apa yang telah direncanakan sering tidak sesuai dengan keadaan
yang sebenarnya dan untuk itu diperlukan pengawasan untuk menjamin agar
pelaksanaan kegiatan dapat terhindar dari segala penyimpangan dan penyelewengan
yang akan timbul dalam pelaksanaannya.
Dengan
demikian, maka jelaslah bahwa pengawasan merupakan bagian dari management yang
tidak bisa diabaikan begitu saja, dengan perkataan lain pengawasan diperlukan
untuk menjamin agar pelaksanaan kegiatan atau pekerjaan tidak menyimpang dari rencana semula.
Oleh Prof. Dr. H. Arifin Abdul Rahman (1984:24)
mengemukakan bahwa :
“ Pengawasan adalah kegiatan atau proses
kegiatan untuk mengetahui hasil pelaksanaan, kesalahan, kegagalan untuk
diperbaiki kemudian dan mencegah terulangnya kembali kesalahan-kesalahan itu,
begitu pula mencegah sehingga dalam pelaksanaan tidak berbeda dengan rencana
yang telah ditetapkan ”
Dari pengertian di atas, maka
jelaslah bahwa pengawasan diperlukan untuk melakukan bimbingan, pembinaan dan
pemberian petunjuk agar dalam pelaksanaan kegiatan tidak terjadi penyimpangan
atas semua ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan sebelumnya.
Dalam paradigma baru
berpemerintahan sekarang ini, maka pengawasan lebih ditekankan kepada
pengawasan represif, guna memberikan peran kepada DPRD dalam mewujudkan
fungsinya sebagai pengawas terhadap pelaksanaan otonomi daerah.
B. Tujuan Pelaksanaan Pengawasan
Sebagaimana kita ketahui bahwa
pelaksanaan pengawasan adalah untuk mengetahui tentang pelaksanaan suatu
pekerjaan, apakah telah sesuai dengan yang semestinya atau tidak. Oleh karena
pengawasan merupakan pengamatan dan pengukuran pelaksanaan suatu pekerjaan dan
hasil yang dicapai dibandingkan dengan sasaran dan standar yang telah
ditetapkan sebelumnya, dengan tujuan agar supaya semua kegiatan terlaksana
sesuai dengan rencana dan program kerja sebagaimana yang telah ditentukan.
Sejalan dengan hal tersebut, maka Ir. Sujamto (1985:34) memberikan pengertian
tentang tujuan pengawasan sebagai berikut :
“ Tujuan pengawasan yaitu untuk mengetahui dan menilai kenyataan
yang sebenarnya tentang pelaksanaan tugas pekerjaan, apakah dengan semestinya
atau tidak ”
Berdasarkan pengertian di atas,
maka dengan jelas menunjukkan bahwa
dalam pelaksanaan suatu
kegiatan yang dimaksudkan, dapat
diketahui dan dinilai setiap kegiatan yang telah dan akan dilaksanakan.
Untuk memberikan pengertian lebih jauh tentang
tujuan pengawasan, berikut ini tujuan pengawasan menurut Dick Carison seperti
yang dikutip oleh Ir. Sujamto (1985:35) mengatakan sebagai berikut :
1.
Untuk mengetahui apakah sesuatu
berjalan sesuai dengan yang digariskan.
2.
Untuk mengetahui apakah segala
sesuatu dilaksanakan sesuai dengan instruksi serta azas-azas yang telah
diinstruksikan.
3.
Untuk mengetahui
kesulitan-kesulitan, kelemahan-kelemahan dalam bekerja.
4.
Untuk mengetahui segala sesuatu
apakah berjalan efesien.
5.
Untuk mencari jalan keluar,
bila ternyata dijumpai kesulitan-kesulitan, kelemahan-kelemahan atau kegagalan
kearah perbaikan”
Bertitik tolak dari batasan di
atas, maka dalam hubungan ini tujuan pelaksanaan pengawasan dapat direalisasikan sebagai berikut :
1.
Menjamin terlaksananya segala
ketentuan perundang-undangan, peraturan, keputusan dan kebijaksanaan.
2.
Menjaga agar sesuatu tindakan
sesuai dengan yang diharuskan.
3.
Untuk mengetahui
kesulitan-kesulitan apa yang dijumpai oleh para pelaksana sehingga dengan
demikian dapat diambil langkah-langkah perbaikan dikemudian hari.
4.
Pengawasan dilakukan atas dasar
Doelmategheid dan Vechmategheid, yang artinya apakah segala sesuatu yang
dilakukan itu memenuhi syarat prinsip ekonomi atau sesuai prinsip efesiensi dan
apakah sesuatu yang dilakukan itu telah didasarkan pada hak dan hukum yang
berlaku.
Penyelenggaraan Pemerintahan pada
hakekatnya tidak terlepas dari prinsip-prinsip manajemen modern, dimana
fungsi-fungsi manajemen senantiasa berjalan secara simultan, proporsional dalam
kerangka pencapaian tujuan organisasi. Fungsi-fungsi organik manajemen yang
meliputi perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan evaluasi merupakan sarana
yang harus ada dan dilaksanakan oleh manajemen secara profesional dalam rangka
pencapaian sasaran dan tujuan organisasi secara efektif dan efisien.
Untuk mewujudkan adanya ketegasan
dan konsistensi penyelenggaraan pemerintahan negara sampai kepada tingkat
daerah kabupaten dan kota yang berdayaguna dan berhasilguna bagi pembangunan
nasional dan kesejahteraan masyarakat, maka kewenangan Daerah Otonom perlu
dilakukan pembinaan dan pengawasan untuk menghindari agar kewenangan tersebut
tidak mengarah kepada kedaulatan.
Pemerintahan Daerah pada hakekatnya
merupakan sub sistem dari pemerintahan nasional dan secara implisit pembinaan
dan pengawasan terhadap pemerintahan daerah merupakan bagian integral dari
sistem penyelenggaraan pemerintahan.
Pembinaan dan pengawasan atas
penyelenggaraan Otonomi Daerah dimaksudkan untuk mencapai beberapa tujuan
yaitu :
1.
mencapai tingkat kinerja
tertentu;
2.
menjamin susunan administrasi
yang terbaik dalam operasi unit-unit Pemerintah Daerah, baik secara internal
maupun dalam hubungannya dengan lembaga-lembaga lain;
3.
untuk memperoleh perpaduan yang
maksimum dalam pengelolaan pembangunan daerah dan nasional;
4.
untuk melindungi warga
masyarakat dari penyalahgunaan kekuasaan di daerah;
5.
untuk mencapai integritas
nasional;
6.
pembinaan dan pengawasan tetap
dijaga agar tidak membatasi inisiatif dan tanggung jawab daerah, disamping itu
hal ini merupakan upaya menyelaraskan nilai efisiensi dan demokrasi.
Berkaitan dengan apa yang telah
disebutkan di atas, maka Dewan Perwakilan Rakyat Daerah melakukan pengawasan
legislatif terhadap pelaksanaan kebijakan daerah. Pengawasan legislatif
tersebut dilaksanakan sesuai dengan tugas dan wewenangnya melalui dengar
pendapat, kunjungan kerja, pembentukan panitia khusus dan pembentukan panitia
kerja yang diatur dalam tata tertib dan atau sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
C.
Realitas Peranan DPRD
Sudah banyak tulisan yang
mengandung kritik pernah dipublikasikan tentang keberadaan dan peranan DPRD di
Indonesia. Umumnya tulisan-tulisan itu menyimpulkan bahwa DPRD lebih banyak berperan sebagai
mitra yang kurang seimbang dari kepala daerah. Kedudukan DPRD sebagai salah
satu komponen pemerintah daerah pun umumnya dilihat sebagai faktor kelemahan
dari badan yang menyelenggarakan fungsi legislatif di daerah.
Ada anggapan, seolah-olah sebagai
mitra kepala daerah, DPRD lebih banyak dituntut untuk mengikuti saja arah
kebijakan pemerintah daerah yang sudah terlebih dahulu dirumuskan oleh kepala
daerah.
Jadi, apa yang dapat diamati dari
peran DPRD sejauh ini, yang hanya terbatas pada proses pembahasan rancangan
Perda saja, itupun tidak terlalu dapat dibanggakan karena umumnya prakarsa
untuk mengajukan Rencana Peraturan Daerah berasal dari pihak eksekutif. Ketua
DPRD juga tidak menjadi anggota Muspida, sehingga sulit untuk dianggap sebagai
representasi dari suatu lembaga yang mewakili rakyat di daerah.
Kedudukan DPRD sebagai “ perwakilan
“ rakyat di daerah juga merupakan obyek analisis yang menarik. Apakah benar
DPRD merupakan perwakilan rakyat daerah yang murni, jika pada saat yang sama
mereka merupakan salah satu unsur pemerintah daerah ?. Pertanyaan yang skeptis
ini diperkuat lagi oleh dua kenyataan yang gamblang.
1.
Para anggota DPRD tidak dipilih
secara khusus, pemeilihannya dilakukan pada hari, jam, dan tempat yang sama
dengan pemilihan calon anggota DPR RI, terlepas dari berbagai alasan efisiensi
yang menyertai perlakuan ini, tetapi tidak bisa dihindari kesan bahwa pemilihan
anggota DPRD hanya merupakan komplemen dari pemilihan umum nasional untuk
anggota DPR RI.
2.
Berbeda dengan pemilihan DPR RI
yang sangat jelas daera pemilihannya (paling tidak terbaca bahwa seseorang
calon mewakili propinsi tertentu), calon anggota DPRD Propinsi dan DPRD
Kabupaten tidak jelas daerah pemilihannya.
Maka, pertanyaan yang serius
tentang status para anggota DPRD adalah mereka itu mewakili wilayah pemilihan
apa ? ini jika kita mengacu pada pola pencalonan untuk DPR RI.
Pengamatan yang menghasilkan
kesimpulan-kesimpulan ironis dalam memandang DPRD ini dapat diperpanjang lagi
dengan mengambil kasus-kasus yang lain sebagai ilustrasi. Misalnya, dengan
membahas kedudukan keuangan, ketiadaan staf ahli dan kualitas anggota DPRD.
Namun, untuk kepentingan kajian yang terbatas ini, agaknya uraian singkat di
atas sudah cukup.
Pertanyaan yang menggelitik setiap
kali kita berkesempatan membahas posisi DPRD yang secara politik kurang berdaya
itu adalah : apakah kelemahan-kelemahan itu
terjadi secara alamiah atau sebagai hasil rekayasa ?
Setelah lahirnya Undang-undang
Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah diberlakukan efektif sejak
tahun 2000, maka kondisi DPRD seperti yang telah diuraikan di atas menjadi
berubah. Hal-hal yang mendasar dalam undang-undang ini adalah mendorong untuk
memberdayakan masyarakat, menumbuhkan prakarsa dan kreativitas, meningkatkan
peran serta masyarakat, mengembangkan peran dan fungsi DPRD. Oleh karena itu,
undang-undang ini menempatkan otonomi daerah secara utuh pada daerah kabupaten dan kota, yang
dalam undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 berkedudukan sebagai Kabupaten Daerah
Tingkat II dan Kotamadya Daerah Tingkat II.
Daerah kabupaten dan daerah kota
tersebut dalam Undang-undang Nomor 22 tahun 1999 berkedudukan sebagai daerah
otonom yang mempunyai kewenangan dan keleluasaan untuk membentuk dan
melaksanakan kebijakan menurut prakarsa dan aspirasi masyarakat.
Susunan Pemerintahan Daerah otonom
meliputi DPRD dan Pemerintah Daerah (Bupati dan Perangkat Daerah). DPRD dipisahkan
dari pemerintah daerah dengan maksud, untuk lebih memberdayakan DPRD dan
meningkatkan pertanggungjawaban Pemerintah Daerah kepada rakyat. Oleh karena
itu, hak-hak DPRD cukup luas dan diarahkan untuk menyerap serta menyalurkan
aspirasi masyarakat menjadi kebijakan daerah serta melakukan fungsi pengawasan.
Dengan fungsi pengawasan yang
melekat padanya, maka diawal pelaksanaan otonomi daerah ada sebagian anggota
DPRD yang cenderung bersikap over acting dan arogan dalam melaksanakan fungsi
pengawasan dimaksud, dimana mereka sudah memasuki wilayah kerja aparat
pengawasan fungsional. Menurut pemahaman kami, pengawasan yang dilakukan oleh
DPRD pada hakekatnya adalah pengawasan yang bersifat politik dalam artian
bersifat kebijakan strategis bukan pengawasan tehnis dan administrative.
Dalam praktek pengawasan
Pemerintahan Daerah kita melihat bahwa pelaksanaan pengawasan yang dilakukan
oleh DPRD mengenai hal dimaksud dijadikan peluang untuk menjatuhkan Kepala
Daerah sebelum masa jabatannya berakhir. Gejala ke arah ini sudah nampak dimata
kita akhir-akhir ini, padahal seharusnya pelaksanaan pengawasan DPRD ditujukan
kepada bagaimana kinerja aparat pemerintah daerah dalam mengemban amanah untuk
kepentingan rakyat, bukannya secara tehnis operasioanal.
Sebagaimana
yang diatur dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999, DPRD mempunyai tugas dan
wewenang sebagai berikut ( pasal 18 ) :
1.
memilih Gubernur/Wakil
Gubernur, Bupati/Wakil Bupati dan Walikota/Wakil Walikota;
2.
memilih anggota Majelis
Permusyawaratan Rakyat dari Utusan Daerah.
3.
Mengusulkan pengangkatan dan
pemberhentian Gubernur/Wakil Gubernur, Bupati/Wakil Bupati atau Walikota/Wakil
Walikota;
4.
Bersama dengan Gubernur, Bupati
atau Walikota membentuk Peraturan Daerah;
5.
Bersama dengan Gubernur, Bupati
Walikota menetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah;
6.
Melaksanakan pengawasan
terhadap;
a.
pelaksanaan Peraturan Daerah dan peraturan perundang-undangan
lainnya;
b.
pelaksanaan Keputusan Gubernur,
Bupati, dan Walikota;
c.
pelaksanaan Anggaran Pendapatan
dan Belanja daerah;
d.
kebijakan Pemerintah Daerah;
dan
e.
pelakasanaan kerjasama
internasional di daerah.
7.
Memberikan pendapat dan pertimbangan kepada Pemerintah
terhadap rencana perjanjian internasional yang menyangkut kepentingan daerah;
dan
8.
menampung dan menindaklanjuti
aspirasi daerah dan masyarakat.
Dalam menjalankan tugas dan kewenangan tersebut DPRD mempunyai hak
yaitu :
1.
meminta pertanggungjawaban
Gubernur, Bupati dan Walikota;
2.
meminta keterangan kepada
Pemerintah Daerah;
3.
mengadakan penyelidikan;
4.
mengadakan perubahan atas Rancangan
Peraturan Daerah;
5.
mengajukan pernyataan pendapat;
6.
mengajukan Rancangan Peraturan
Daerah;
7.
menentukan Anggaran Belanja
DPRD; dan
8.
menetapkan peraturan tata
tertib.
Sehubungan
dengan fungsi pengawasan DPRD maka Sujamto (1986:19) mengemukakan pendapatnya
bahwa “ pengawasan adalah segala usaha atau kegiatan untuk mengetahui dan
menilai kenyataan yang sebenarnya mengenai pelaksanaan tugas atau kegiatan
apakah sesuai dengan semestinya atau tidak.
Berkaitan
dengan pendapat tersebut, maka yang perlu diperhatikan dalam suatu kegiatan
pengawasan adalah membandingkan secara menyeluruh antara yang seharusnya dan
yang dilaksanakan dengan adanya suatu kriteria atau standar.
DPRD
dalam melaksanakan fungsinya terhadap pelaksanaan pengawasan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah, maka jenis pengawasan yang diteliti adalah
metode pengawasan refresif yaitu metode pengawaan yang dilakukan setelah adanya
pelaksanaan pekerjaan.
D.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
Anggara /
Budget menurut Malayu S.P. Siagian
(1989:32) adalah “ suatu ikhtisar hasil yang akan diharapkan dan pengeluaran
yang disediakan untuk mencapai hasil tersebut “. Pengawasan anggaran dapat
diketahui atau diawasi yaitu apakah hasil dari penerimaan atau pengeluaran itu
sesuai dengan yang dinginkan atau tidak
Menurut
M. Suparmoko (1992:43) “ Anggaran/budget
adalah suatu daftar atau pernyataan terperinci tentang penerimaan dan
pengeluaran negara/daerah yang diharapkan dalam batas waktu tertentu yang
biasanya dalam satu tahun “.
Sedangkan
dalam Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 dikatakan bahwa Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah yang selanjutnya disingkat APBD adalah suatu rencana keuangan
tahunan daerah yang ditetapkan berdasarkan Peraturan Daerah tentang Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah “.
Adapun
penetapan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah harus dengan persetujuan DPRD
sebagai lembaga kontrol di daerah. Demikian halnya dengan perubahan APBD
ditetapkan dengan peraturan daerah dan merupakan dokumen daerah.
2.2.
Kerangka Pikir
Kedudukan
dan fungsi DPRD dalam sistem pemerintahan Indonesia pada dasarnya bersumber
dari Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 pasal 16 yang berbunyi :
(1)
DPRD sebagai lembaga perwakilan
rakyat di daerah merupakan wahana untuk melaksanakan demokrasi berdasarkan
Pancasila.
(2)
DPRD sebagai badan legislatif
daerah berkedudukan sejajar dan menajdi mitra dari pemerintah daerah.
Dari sini
nampak jelas bahwa keberadaan DPRD dipandang penting agar pemerintahan daerah
dapat dibangun dan dilaksanakan atas dasar permusyawaratan (demokrasi). Hal
tersebut merupakan konsekwensi dari sistem demokarsi yang kita anut dan tatanan
penyelenggaraan pemerintahan negara Republik Indonesia yang merupakan negara
kesatuan.
Pemisahan
secara institusi tersebut memberikan kedudukan DPRD yang sejajar dengan pemerintah
daerah baik sebagai mitra maupun sebagai pengawas atas jalannya pemerintahan
dan pembangunan di daerah. Kuatnya posisi DPRD sebagai lembaga pengawas
terhadap :
1.
Pelaksanaan peraturan daerah
dan peraturan perundang-undangan lainnya.
2.
Pelaksanaan keputusan gubernur,
bupati dan walikota.
3.
Pelaksanaan APBD.
4.
Kebijakan pemerintah daerah dan
5.
Pelaksanaan kerjasama
internasional di daerah
Melihat
tugas dan wewenang DPRD yang sangat luas tersebut, khususnya terhadap
pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang selama ini peran
tersebut tunduk pada dominasi eksekutif, berubah menjadi pihak yang mengawasi
pemerintah daerah atau eksekutif.
Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah seperti yang terdapat dalam ketentuan umum
Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 pasal 1 ayat (13) bahwa “ Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah yang selanjutnya disingkat APBD adalah suatu rencana tahunan daerah yang
ditetapkan berdasarkan peraturan daerah tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah “.
Oleh
sebab itu sebagai wakil masyarakat atau penjelmaan dari rakyat menjadi sangat
penting keberadaannya dalam membangunan pemerintahan yang demokratis. Oleh
karena keberadaan itulah, pemerintah daerah dapat dikontrol dan bertanggung
jawab kepada masyarakat yang mempercayakan atas jalannya pemerintahan di
daerah.
Berdasarkan
apa yang telah dikemukakan di atas, maka kerangka pikir dalam penulisan skripsi
ini adalah sebagai berikut :
|
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar