Senin, 31 Oktober 2011

Refleksi


Ya Allah….Ya Rabbi
Mereka selalu mempertanyakan tentang diri-Mu
Bukankah tanpa mereka bertanya Engkau Tetap Ada
Namun dalam kesadarannya,
Mereka selalu ingkar terhadap – Mu

Ya Allah….Ya Rabbi
Mengapa engkau menciptakan mahluk yang beridentitaskan manusia……….!!!!
Mahluk yang tidak pernah sadar akan eksistensinya
Sebagi khalifah
Sebagai wakil-Mu di muka bumi ini
Mereka terkadang SOMBONG, ANGKUH, CONGKAK dan bahkan MUNAFIK…!!!!!
Dalam ruangan yang hampa ini apa yang ingin kita SOMBONGKAN…….
Kenapa kita harus ANGKUH……
Kenapa kita harus bersifat Congkak…
Ya Allah….Ya Rabbi
Kami malu dan takut di hadapan-Mu
Kami begitu hina dan penuh dengan nista
Kami begitu rendah di hadapan-Mu
Karena tidak ada yang bisa kami banggakan
Kami hadir dimuka bumi ini tanpa membawa apapun
Dan akan kembali pada-Mu tanpa membawa apapun
Selain ridho-Mu, Ya Allah …..
Kami akan kembali dan pasti akan kembali kepada-Mu

By: HMI_ Cab. makassar 

BUDAYA KEKERASAN DI INDONESIA DALAM PERSPEKTIF PSIKOLOGI SOSIAL

Dasar Pemikiran

Indonesia merupakan Negara Majemuk dan memiliki cirri khas tertentu sebagai Negara yang menganut Demokrasi. Indonesia dikatakan sebagai Negara Majemuk karena sudah menjadi takdir bangsa ini yang membentuk sebuah bangsa kesatuan ditengah tengah perbedaan latar belakang, kultur, corak, bahasa yang berbeda beda dengan berbagai macam daerah dan pulau yang berbibu jumlahnya yang tergabung menjadu satu Negara Kesatuan. Karena Negara ini menjadikan Demokrasi sebagai Prinsip kebangsaannnya, dan Negara Kesatuan sebagai bentuk Negaranya agar Bangsa ini tetap Kuat sebagai Bangsa yang utuh, Maka diperlukan berbagai macam nilai, norma, dan budaya budaya tertentu untuk menjaga keutuhan tersebut.
Oleh karena itulah, semenjak the founding fathers Negara ini menyatakan Kemerdekaan Indonesia untuk pertama kalinya, para petinggi Negara pun secara cepat segera merumuskan apa Nilai nilai yang harus dijadikan identitas bangsa yang menjadi landasan seluruh genap bangsa dan Masyarakat ini dalam setiap proses Sosial dan perilaku perilakunya. Hal ini dapat tercermin dalam Prinsip – prinsip Kenegaraan yang diperjuangkan oleh Presiden Soekarno, dimana gotong royong menjadi semangat dalam menjalankan roda kenegaraan, serta menjadikan Musyawarah menjadi Asas dalam setiap pengambilan keputusan dan mensikapi segala macam perbedaan pendapat.
Selain itu, kita juga bisa melihat.dari upaya upaya para pendahulu bangsa untuk menyatukan seluruh genap bangsa dan Masyarakat yang berbeda beda secara Agama, suku, ideology, pemikiran, serta perjuangan Politiknya. Soekarno sebagai Kepala Negara kala itu sangat getol untuk mempersatukan perbedaan ideology bangsa ini dengan prinsip NASAKOM (Nasionalis, Agama, Komunis) dengan harapan agar bangsa dan Negara ini menjadi satu dan kuat. Maka dari itu, setelah kekuasaan Soekarno Jatuh, Presiden yang paling lama berkuasa di Negeri ini pun terus berusaha dan berjuang agar bagaimana Negara ini tetap menjaga kesatuannya ditengah keanekaragaman di berbagai hal, mulai agama, suku, ras, budaya, dan sebagainya.Maka dari itu, kita bisa melihat bagaimana norma norma atau nilai asah, asih, asuh, gotong royong, saling mengingatkan satu sama lain, saling peduli satu sama lain, serta saling bantu membantu. Sehingga, norma norma seperti itulah yang menjadi identitas bangsa dan menjadi salah satu kekuatan Negara ini tetap mampu menjaga kesatuannya.
Namun, semenjak Indonesia memasuki masa reformasi setelah jatuhnya Kekuasaan orde baru. Maka dengan itu pula keran Demokrasi dan Kebebasan dibuka selebar lebarnya. Dan semenjak itu pulalah, masyarakat bangsa Indonesia pun tidak henti hentinya diterpa berbagai macam masalah, mulai dari persoalan disintegrasi, krisis ekonomi, masalah pengagguran yang semakin meningkat, pangan, kemiskinan yang semakin tinggi,  hingga persoalan keamanan, dimana semakin lama tingkat kekerasan di Indonesia semakin tinggi.Dan ditengan Kebebasan beragama, berpolitik, berekspresi, dan banyak hal lagi inilah yang secara tidak sadar telah merubah budaya yang menjadi identitas bangsa ini. Dimana Masyarakat kita telah kehilangan semangat gotong royongnya, saling hormat dan hidup rukun, tetapi yang ada saat inilah masing masing individu, kelompok, dan golongannya justri memiliki rasa egoisitas yang amat tinggi. Sehingga kini dapat kita rasakan, bahwa semakin hari tingkat kekerasan di Negara ini juga semakin tinggi. Apabila kita melihat sekelas yang menjadi penyebabnya pun cukup beragam, mulai dari factor ekonomi, Agama, Politik, dan lain lain. Sehingga, seolah olah terkikis sudah budaya gotong royong dan semangat saling menghargai dan hidup rukun di masyarakat Indonesia.
Maka dari itu, dapat kita melihat ada sebuah Perubahan Budaya yang amat Fundamental di Masyarakat Indonesia ini, dimana sebuah identitas Kebersamaan telah bertransformasi menjadi budaya konflik dan kekerasan antara satu dengan yang selainnya. Dan sudah tidak perlu dipertanyakan lagi bahwa Berbagai macam bentuk kerusuhan serta kekerasan pastilah membawa dampak buruk dan menimbulkan banyak kerugian bagi masyarakat. Sedikitpun tidak ada manfaat yang didapat dari kerusuhan dan kekerasan.
Oleh karena itu, disinilah letak pentingnya bagaimana Penulis hendak mengkaji berbagai macam hal dibalik fenomena kekerasan yang terjadi pada Masyarakat Indonesia, yang pada awalnya hidup dengan budaya saling hormat dan bergotong royong, namun kini hidup dengan banyaknya Kekekrasan yang terjadi, dengan harapan dengan memahami factor factor dibalik Fenomena tersebut juga mampu memahami Bagaimana memecahkan Persoalan Kekerasan tersebut.
Menurut Thomas Hobbes, kekerasan merupakan sesuatu yang alamiah dalam manusia. Dia percaya bahwa manusia adalah makhluk
yang dikuasai oleh dorongan-dorongan irasional, anarkis, saling iri, serta benci sehingga menjadi jahat, buas, kasar, dan berpikir pendek.
Hobbes mengatakan bahwa manusia adalah serigala bagi manusia lain (homo homini lupus). Oleh karena itu, kekerasan adalah sifat alami
manusia. Dalam ketatanegaraan, sikap kekerasan digunakan untuk menjadikan warga takut dan tunduk kepada pemerintah. Bahkan,
Hobbes berprinsip bahwa hanya suatu pemerintahan negara yang menggunakan kekerasan terpusat dan memiliki kekuatanlah yang
dapat mengendalikan situasi dan kondisi bangsa.
Sedangkan J.J. Rousseau mengungkapkan bahwa pada dasarnya manusia itu polos, mencintai diri secara spontan, serta tidak egois. Peradaban serta kebudayaanlah yang menjadikan manusia kehilangan sifat aslinya. Manusia menjadi kasar dan kejam terhadap orang lain. Dengan kata lain kekerasan yang dilakukan bukan merupakan sifat murni manusia.
Menurut pandangan Penulis, terlepas dari pendapat Thomas hobbes yang menyatakan bahwa sifat kekerasan merupakan suatu yang alamiah terjadi pada manusia, namun dibalik sifat kekerasan tersebut tentu juga ada mekanisme mekanisme Psikologis yang terjadi yang kemudian bertransformasi dari yang awalnya tidak massive terjadi namun kini telah merambah ke ranah social. Maksudnya disini adalah suatu potensi alamiah tersebut tidak lantas akhirnya serta merta menjadi suatu budaya di masyarakat atau membentuk karaktersitik Sosial, hal ini tentu kita pahami karena di masa lalu Masyarakat Indonesia bukan masyarakat yang memiliki budaya kekerasan pada saat ini, melainkan saling hormat, hidup rukun satu sama lain, dan gotong royong lah yang menjadi budaya dan identitas bangsa ini. Sehingga pastilah ada hukum hukum Psikologis yang terjadi sehingga hal tersebut lantas menjadi budaya bersama, masuk ke ranah Sosial kemasyarakatan di Indonesia.

Kamis, 20 Oktober 2011

MANAJEMEN KEPEMIMPINAN DAN KEORGANISASIAN


BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang
Akhir-akhir ini banyak orang membicarakan masalah krisis kepemimpinan. Konon sangat sullt mencari kader-kader pemimpin pada berbagai tingkatan. Orang pada zaman sekarang cenderung mementingkan diri sendiri dan tidak atau kurang peduli pada kepentingan orang lain dan kepentingan lingkungannya. Krisis kepemimpinan ini disebabkan karena makin langkanya keperdulian pada kepentingan orang banyak serta kepentingan lingkungannya yang melahirkan sifat pragmatisme. Sekurang-kurangnya terlihat ada tiga masalah mendasar yang menandai kekurangan ini. Pertama adanya krisis komitmen. Kebanyakan orang tidak merasa mempunyai tugas dan tanggung jawab untuk memikirkan dan mencari pemecahan masalah kemaslahatan bersama, masalah harmoni dalam kehidupan dan masalah kemajuan dalam kebersamaan. Kedua, adanya krisis kredibilitas. Sangat sulit mencari pemimpin atau kader pemimpin yang mampu menegakkan kredibilitas tanggung jawab.
            Kredibilitas itu dapat diukur misalnya dengan kemampuan untuk menegakkan etika memikul amanah, setia pada kesepakatan dan janji, bersikap teguh dalam pendirian, jujur dalam memikul tugas dan tanggung jawab yang dibebankan padanya, kuat iman dalam menolak godaan dan peluang untuk menyimpang. Ketiga, masalah kebangsaan dan kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Saat ini tantangannya semakin kompleks dan rumit. Kepemimpinan sekarang tidak cukup lagi hanya mengandalkan pada bakat atau keturunan.
Pemimpin zaman sekarang harus belajar, harus membaca, harus mempunyai pengetahuan mutakhir dan pemahamannya mengenai berbagai soal yang menyangkut kepentingan orang-orang yang dipimpin. Juga pemimpin itu harus memiliki kredibilitas dan integritas, dapat bertahan, serta melanjutkan misi kepemimpinannya. Kalau tidak, pemimpin itu hanya akan menjadi suatu karikatur yang akan menjadi cermin atau bahan tertawaan dalam kurun sejarah di kelak di kemudian hari. Manusia adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri. Dalam hidup, manusia selalauberinteraksi dengan sesame serta dengan lingkungan. Manusia hidup berkelompok baik dalamkelompok besar maupun dalam kelompok kecil.Hidup dalam kelompok tentulah tidak mudah. Untuk menciptakan kondisi kehidupan yangharmonis anggota kelompok haruslah saling menghormati & menghargai. Keteraturan hidup perlu selalu dijaga. Hidup yang teratur adalah impian setiap insan. Menciptakan & menjagakehidupan yang harmonis adalah tugas manusia.Manusia adalah makhluk Tuhan yang paling tinggi disbanding makhluk Tuhan lainnya. Manusiadi anugerahi kemampuan untuk berpikir, kemampuan untuk memilah & memilih mana yang baik & mana yang buruk. Dengan kelebihan itulah manusia seharusnya mampu mengelola lingkungan dengan baik. Tidak hanya lingkungan yang perlu dikelola dengan baik, kehidupan social manusiapun perlu dikelola dengan baik.
Untuk itulah dibutuhkan sumber daya manusia yang berkualitas. Sumberdaya yang berjiwa pemimpin, paling tidak untuk memimpin dirinya sendiri. Dengan berjiwa pemimpin manusia akan dapat mengelola diri, kelompok & lingkungan dengan baik. Khususnya dalam penanggulangan masalah yang relatif pelik & sulit. Disinilah dituntut kearifan seorang pemimpin dalam mengambil keputusan agar masalah dapat terselesaikan dengan baik.
B.  RUMUSAN MASALAH
Dari latar belakang masalah yang penulis uraikan, banyak permasalahan yang penulis dapatkan.Permasalahan tsb antara lain :
1.      Bagaimana Pentingnya menjadi seorang pemimpin?
2.      Apakah peran seorang pemimpin berpengaruh terhadap yang dipimpinnya?
C.  Tujuan
a.      Umum
1.      Mengetahui secara universal pengaruh serta dampak negatif maupun positif efek seorang pemimpin dalam kaitannya dengan organisasi.
2.      Khusus
1.      Dapat mengetahui pengertian dan definisi pemimpin.
2.      Dapat Mengetahui teori serta gaya-gaya kepemimpinan.
3.      Dapat menganalisis serta mengklasifikasikan bentuk kepemimpinan yang baik.
D.  METODE PENULISAN
Dari banyak metode yang penulis ketahui, penulis menggunakan metode kepustakaan. Pada zaman modern ini metode kepustakaan tidak hanya berarti pergi ke perpustakaan tapi dapat pulavdilakukan dengan pergi ke warung internet (warnet). Penulis menggunakan metode ini karena jauh lebih praktis, efektif, efisien, serta sangat mudah untuk mencari bahan dan data – data tentang topik ataupun materi yang penulis gunakan untuk karya tulis ini.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Melihat begitu pentingnya Manajemen dalam sebuah organisasi maka hal yang paling utama adalah Sumber Daya Manusia (SDM) dalam hal ini adalah seorang pemimpin karena keberhasilan suatu organisasi sangat dipengaruhi dengan gaya kepemimpinan seorang pemimpin. Oleh karena itu, Seorang Pemimpin harus mampu mendorong orang – orang yang diasuhnya berani berjalan di depan dan sanggup bertanggung jawab. Seorang pemimpin boleh berprestasi tinggi untuk dirinya sendiri, tetapi itu tidak memadai apabila ia tidak berhasil menumbuhkan dan mengembangkan segala yang terbaik dalam diri parab bawahannya. Dari begitu banyak definisi mengenai pemimpin, dapat penulis simpulkan bahwa: Pemimpin adalah orang yang mendapat amanah serta memiliki sifat, sikap, dan gaya yang baik untuk mengurus atau mengatur orang lain. Kepemimpinan adalah kemampuan seseorang mempengaruhi dan memotivasi orang lain untuk melakukan sesuatu sesuai tujuan bersama. Kepemimpinan meliputi proses mempengaruhi dalam menentukan tujuan organisasi, memotivasi perilaku pengikut untuk mencapai tujuan,mempengaruhi untuk memperbaiki kelompok dan budayanya. Sedangkan kekuasaan adalah kemampuan untuk mempengaruhi orang lain untuk mau melakukan pap yang diinginkan pihak lainnya.”The art of influencing and directing meaninsuch away to abatain their willingobedience, confidence, respect, and loyal cooperation in order to accomplish the mission”. Kepemimpinan adalah seni untuk mempengaruhi dan menggerakkan orang – orang sedemikian rupa untuk memperoleh kepatuhan, kepercayaan, respek, dan kerjasama secara royal untuk menyelesaikan tugas – Field Manual 22-100.
Kekuasaan adalah kemampuan untuk mempengaruhi orang lain untuk mau melakukanapa yang diinginkan pihak lainnya. Ketiga kata yaitu pemimpin, kepemimpinan serta kekuasaan yang dijelaskan sebelumnya tersebut memiliki keterikatan yang tak dapat dipisahkan. Karenauntuk menjadi pemimpin bukan hanya berdasarkan suka satu sama lainnya, tetapi banyak faktor.Pemimpin yang berhasil hendaknya memiliki beberapa kriteria yang tergantung pada sudut pandang atau pendekatan yang digunakan, apakah itu kepribadiannya, keterampilan, bakat, sifat– sifatnya, atau kewenangannya yang dimiliki yang mana nantinya sangat berpengaruh terhadapteori maupun gaya kepemimpinan yang akan diterapkan. Fungsi pemimpin dalam suatu organisasi tidak dapat dibantah merupakan sesuatu fungsi yang sangat penting bagi keberadaan dan kemajuan organisasi yang bersangkutan. Pada dasarnya fungsi kepemimpinan memiliki dua aspek yaitu: Fungsi administrasi, yakni mengadakan formulasi kebijaksanakan administrasi dan menyediakan fasilitasnya.- Fungsi sebagai Top Manajemen, yakni mengadakan planning, organizing, staffing, directing, commanding, controling, dsb.

BAB III
PEMBAHASAN

A.  Hakikat Kepemimpinan
Dalam kehidupan sehari-hari, baik di lingkungan keluarga, organisasi, perusahaan sampai dengan pemerintahan sering kita dengar sebutan pemimpin, kepemimpinan serta kekuasaan.Ketiga kata tersebut memang memiliki hubungan yang berkaitan satu dengan lainnya. Beberapa ahli berpandapat tentang Pemimpin, diantaranya :
1.         Menurut Drs. H. Malayu S.P. Hasibuan.
Pemimpin adalah seseorang dengan wewenang kepemimpinannya mengarahkan bawahannya untuk mengerjakan sebagian dari pekerjaannya dalam mencapai tujuan.
2.      Menurut Robert Tanembaum.
Pemimpin adalah mereka yang menggunakan wewenang formal untuk mengorganisasikan, mengarahkan, mengontrol para bawahan yang bertanggung jawab, supaya semua bagian pekerjaan dikoordinasi demi mencapai tujuan perusahaan.
3.      Menurut Prof. Maccoby.
Pemimpin pertama-tama harus seorang yang mampu menumbuhkan dan mengembangkan segala yang terbaik dalam diri para bawahannya. Pemimpin yang baik untuk masa kini adalah orang yang religius, dalam artian menerima kepercayaan etnis dan moral dari berbagai agama secara kumulatif, kendatipun ia sendiri mungkin menolak ketentuan gaib dan ide ketuhanan yang berlainan.
4.      Menurut Lao Tzu.
Pemimpin yang baik adalah seorang yang membantu mengembangkan orang lain, sehingga akhirnya mereka tidak lagi memerlukan pemimpinnya itu.
5.      Davis and Filley.
Pemimpin adalah seseorang yang menduduki suatu posisi manajemen atau seseorang yang melakukan suatu pekerjaan memimpin.
6.      Menurut Pancasila.
Pemimpin harus bersikap sebagai pengasuh yang mendorong, menuntun, dan membimbing asuhannya. Dengan kata lain, beberapa asas utama dari kepemimpinan Pancasila adalah : Ing Ngarsa Sung Tuladha : Pemimpin harus mampu dengan sifat dan perbuatannya menjadikan dirinya pola anutan dan ikutan bagi orang – orang yang dipimpinnya. Ing Madya Mangun Karsa : Pemimpin harus mampu membangkitkan semangat berswakarsa dan berkreasi pada orang – orang yang dibimbingnya.
7.      Tut Wuri Handayani.
Pemimpin harus mampu mendorong orang – orang yang diasuhnya berani berjalan di depan dan sanggup bertanggung jawab.Seorang pemimpin boleh berprestasi tinggi untuk dirinya sendiri, tetapi itu tidak memadaiapabila ia tidak berhasil menumbuhkan dan mengembangkan segala yang terbaik dalam diri parabawahannya.
Dari begitu banyak definisi mengenai pemimpin, dapat penulis simpulkan bahwa : Pemimpin adalah orang yang mendapat amanah serta memiliki sifat, sikap, dan gaya yang baikuntuk mengurus atau mengatur orang lain. Kepemimpinan adalah kemampuan seseorang mempengaruhi dan memotivasi orang lain untuk melakukan sesuatu sesuai tujuan bersama. Kepemimpinan meliputi proses mempengaruhi dalam menentukan tujuan organisasi, memotivasi perilaku pengikut untuk mencapai tujuan,mempengaruhi untuk memperbaiki kelompok dan budayanya. Sedangkan kekuasaan adalah kemampuan untuk mempengaruhi orang lain untuk mau melakukan pap yang diinginkan pihaklainnya.”The art of influencing and directing meaninsuch away to abatain their willingobedience, confidence, respect, and loyal cooperation in order to accomplish the mission”. Kepemimpinan adalah seni untuk mempengaruhidan menggerakkan orang – orang sedemikianrupa untuk memperoleh kepatuhan, kepercayaan, respek, dan kerjasama secara royal untukmenyelesaikan tugas – Field Manual 22-100. Kekuasaan adalah kemampuan untuk mempengaruhi orang lain untuk mau melakukanapa yang diinginkan pihak lainnya. Ketiga kata yaitu pemimpin, kepemimpinan serta kekuasaan yang dijelaskan sebelumnya tersebut memiliki keterikatan yang tak dapat dipisahkan. Karena untuk menjadi pemimpin bukan hanya berdasarkan suka satu sama lainnya, tetapi banyak faktor. Pemimpin yang berhasil hendaknya memiliki beberapa kriteria yang tergantung pada sudut pandang atau pendekatan yang digunakan, apakah itu kepribadiannya, keterampilan, bakat, sifat– sifatnya, atau kewenangannya yang dimiliki yang mana nantinya sangat berpengaruh terhadap teori maupun gaya kepemimpinan yang akan diterapkan. Fungsi pemimpin dalam suatu organisasi tidak dapat dibantah merupakan sesuatu fungsiyang sangat penting bagi keberadaan dan kemajuan organisasi yang bersangkutan. Pada dasarnya fungsi kepemimpinan memiliki dua aspek yaitu: Fungsi administrasi, yakni mengadakan formulasi kebijaksanakan administrasi dan menyediakan fasilitasnya.- Fungsi sebagai Top Manajemen, yakni mengadakan planning, organizing, staffing, directing, commanding, controlling.
B.  Teori Kepemimpinan
Memahami teori-teori kepemimpinan sangat besar artinya untuk mengkaji sejauh mana kepemimpinan dalam suatu organisasi telah dapat dilaksanakan secara efektif serta menunjang kepada produktifitas organisasi secara keseluruhan. Dalam karya tulis ini akan dibahas tentang teori dan gaya kepemimpinan. Seorang pemimpin harus mengerti tentang teori kepemimpinan agar nantinya mempunyai referensi dalam menjalankan sebuah organisasi. Beberapa teori tentang kepemimpinan antaralain : Teori Kepemimpinan Sifat ( Trait Theory ) Analisis ilmiah tentang kepemimpinan berangkat dari pemusatan perhatian pemimpin itu sendiri. Teori sifat berkembang pertama kali di Yunani Kuno dan Romawi yang beranggapan bahwa pemimpin itu dilahirkan, bukan diciptakan yang kemudian teori ini dikenal dengan ”The Greatma Theory”.
Dalam perkembanganya, teori ini mendapat pengaruh dari aliran perilaku pemikir psikologi yang berpandangan bahwa sifat – sifat kepemimpinan tidak seluruhnya dilahirkan akan tetapi juga dapat dicapai melalui pendidikan dan pengalaman. Sifat – sifat itu antara lain: sifat fisik, mental, dan kepribadian. Keith Devis merumuskan 4 sifat umum yang berpengaruh terhadap keberhasilan kepemimpinan organisasi, antara lain : Kecerdasan Berdasarkan hasil penelitian, pemimpin yang mempunyai kecerdasan yang tinggi di atas kecerdasan rata – rata dari pengikutnya akan mempunyai kesempatan berhasil yang lebih tinggi pula. Karena pemimpin pada umumnya memiliki tingkat kecerdasan yang lebih tinggi dibandingkan dengan pengikutnya, Kedewasaan dan Keluasan Hubungan Sosial Umumnya di dalam melakukan interaksi sosial dengan lingkungan internal maupun eksternal, seorang pemimpin yang berhasil mempunyai emosi yang matang dan stabil. Hal ini membuat pemimpin tidak mudah panik dan goyah dalam mempertahankan pendirian yang diyakini kebenarannya. Motivasi Diri dan Dorongan Berprestasi Seorang pemimpin yang berhasil umumnya memiliki motivasi diri yang tinggi serta dorongan untuk berprestasi. Dorongan yang kuat ini kemudian tercermin pada kinerja yang optimal, efektif dan efisien. Sikap Hubungan Kemanusiaan Adanya pengakuan terhadap harga diri dan kehormatan sehingga para pengikutnya mampu berpihak kepadanya Teori Kepemimpinan Ø Perilaku dan Situasi.
Berdasarkan penelitian, perilaku seorang pemimpin yang mendasarkan teori ini memiliki kecendrungan kearah 2 hal, yaitu: Pertama yang disebut dengan Konsiderasi yaitu kecendrungan seorang pemimpin yang menggambarkan hubungan akrab dengan bawahan. Contoh gejala yang ada dalam hal ini seperti : membela bawahan, memberi masukan kepada bawahan dan bersedia berkonsultasi dengan bawahan. Kedua, disebut Struktur Inisiasi yaitu Kecendrungan seorang pemimpin yang memberikan batasan kepada bawahan. Contoh yang dapat dilihat , bawahan mendapat instruksi dalam pelaksanaan tugas, kapan, bagaimana pekerjaan dilakukan, dan hasil yang akan dicapai. Jadi, berdasarkan teori ini, seorang pemimpin yang baik adalah bagaimana seorang pemimpin yang memiliki perhatian yang tinggi kepada bawahan dan terhadap hasil yang tinggi pula. Teori Kewibawaan Pemimpin Ø Kewibawaan merupakan faktor penting dalam kehidupan kepemimpinan, sebab dengan faktor itu seorang pemimpin akan dapat mempengaruhi perilaku orang lain baik secara perorangan maupun kelompok sehingga orang tersebut bersedia untuk melakukan apa yang dikehendaki oleh pemimpin. Teori Kepemimpinan Situasi Ø Seorang pemimpin harus merupakan seorang pendiagnosa yang baik dan harus bersifat fleksibel, sesuai dengan perkembangan dan tingkat kedewasaan bawahan. Teori Kelompok Ø Agar tujuan kelompok (organisasi) dapat tercapai, harus ada pertukaran yang positif antara pemimpin dengan pengikutnya.
Dari adanya berbagai teori kepemimpinan di atas, dapat diketahui bahwa teori kepemimpinan tertentu akan sangat mempengaruhi gaya kepemimpinan (Leadership Style), yakni pemimpinyang menjalankan fungsi kepemimpinannya dengan segenap filsafat, keterampilan dan sikapnya.Gaya kepemimpinan adalah cara seorang pemimpan bersikap, berkomunikasi, dan berinteraksi dengan orang lain dalam mempengaruhi orang untuk melakukan sesuatu. Gaya tersebut bisa berbeda – beda atas dasar motivasi, kuasa ataupun orientasi terhadap tugas atau orang tertentu. Diantara beberapa gaya kepemimpinan, terdapat pemimpin yang positif dan negatif, dimana perbedaan itu didasarkan pada cara dan upaya mereka memotivasi karyawan. Apabila pendekatan dalam pemberian motivasi ditekankan pada imbalan atau reward (baik ekonomis maupun nonekonomis) berarti telah digunakan gaya kepemimpinan yang positif. Sebaliknya jika pendekatannya menekankan pada hukuman atau punishment, berarti dia menerapkan gaya kepemimpinan negatif. Pendekatan kedua ini dapat menghasilakan prestasi yang diterima dalambanyak situasi, tetapi menimbulkan kerugian manusiawi. Selain gaya kepemimpinan di atas masih terdapat gaya lainnya. Otokratis  Kepemimpinan seperti ini menggunakan metode pendekatan kekuasaan dalam mencapai keputusan dan pengembangan strukturnya. Kekuasaan sangat dominan digunakan, Memusatkan kekuasaan dan pengambilan keputusan bagi dirinya sendiri, dan menata situasi kerja yang rumit bagi pegawai sehingga mau melakukan apa saja yang diperintahkan. Kepemimpinan ini pada umumnya negatif, yang berdasarkan atas ancaman dan hukuman.
Meskipun demikian, ada juga beberapa manfaatnya antaranya memungkinkan pengambilan keputusan dengan cepat serta memungkinkan pendayagunaan pegawai yang kurang kompeten.
C.  Gaya Kepemimpinan
1.      Partisipasif : Lebih banyak mendesentrelisasikan wewenang yang dimilikinya sehingga keputusan yang diambil tidak bersifat sepihak.
2.      Demokrasi: Ditandai adanya suatu struktur yang pengembangannya menggunakan pendekatan pengambilan keputusan yang kooperatif. Di bawah kepemimpinan pemimpin yang demokrasis cenderung bermoral tinggi dapat bekerjasama, mengutamakan mutu kerja dan dapat mengarahkan diri sendiri.
3.      Kendali Bebas: Pemimpin memberikan kekuasaan penuh terhadap bawahan, struktur organisasi bersifat longgar dan pemimpin bersifat pasif. Yaitu Pemimpin menghindari kuasa dan tanggung – jawab, kemudian menggantungkannya kepada kelompok baik dalam menetapkan tujuan dan menanggulangi masalahnya sendiri.
Dilihat dari orientasi si pemimpin, terdapat dua gaya kepemimpinan yang diterapkan,yaitu gaya konsideral dan struktur, atau dikenal juga sebagai orientasi pegawai dan orientasi tugas. Beberapa hasil penelitian para ahli menunjukkan bahwa prestasi dan kepuasan kerja pegawai dapat ditingkatkan apabila konsiderasi merupakan gaya kepemimpinan yang dominan. Sebaliknya, para pemimpin yang berorientasi tugas yang terstruktur, percaya bahwa mereka memperoleh hasil dengan tetap membuat orang – orang sibuk dan mendesak mereka untuk berproduksi. Pemimpin yang positif, partisipatif dan berorientasi konsiderasi, tidak selamanya merupakan pemimpin yang terbaik. Fiedler telah mengembakan suatu model pengecualian dari ketiga gaya kepemimpinan diatas, yakni model kepemimpinan kontigen, Jenis model ini dinyatakan bahwa gaya kepemimpinan yang paling sesuai bergantung pada situasi dimana pemimpin bekerja dengan teorinya ini, fiedler ingin menunjukkan bahwa keefektifan ditunjukkan oleh interaksi antaraorientasi pegawai dengan 3 variabel yang berkaitan dengan pengikut, tugas dan organisasi. Ketiga variabel itu adalah hubungan antara pemimpin dengan anngota ( Leader – memberrolations), struktur tugas (task strukture), dan kuasa posisi pemimpin (Leader position power).Variabel pertama ditentukan oleh pengakuan atau penerimaan (akseptabilitas) pemimpin oleh pengikut, variabel kedua mencerminkan kadar diperlukannya cara spesifik untuk melakukan pekerjaan, variabel ketiga menggambarkan kuasa organisasi yang melekat pada posisi pemimpin. Model kontingensi Fieldler ini serupa dengan gaya kepemimpinan situasional dari Hersey dan Blanchard.
Konsepsi kepemimpinan situasional ini melengkapi pemimpin dengan pemahamandari hubungan antara gaya kepemimpinan yang efektif dengan tingkat kematangan (muturity) pengikutnya.perilaku pengikut atau bawahan ini amat penting untuk mengetahui kepemimpinan situasional, karena bukan saja pengikut sebagai individu bisa menerima atau menolak pemimpinnya, akan tetapi sebagai kelompok , pengikut dapat menemukan kekuatan pribadi apapun yang dimiliki pemimpin. Menurut Hersey dan Blanchard (dalam Ludlow dan Panton,1996 : 18 dst), masing –masing gaya kepemimpinan ini hanya memadai dalm situasi yang tepat meskipun disadari bahwasetiap orang memiliki gaya yang disukainya sendiri dan sering merasa sulit untuk mengubahnya meskipun perlu. Banyak studi yang sudah dilakukan untuk melihat gaya kepemimpinan seseorang. Salah satunya yang terkenal adalah yang dikemukakan oleh Blanchard, yang mengemukakan 4 gaya dari sebuah kepemimpinan. Gaya kepemimpinan ini dipengaruhi oleh bagaimana cara seorang pemimpin memberikan perintah, dan sisi lain adalah cara mereka membantu bawahannya.

Keempat gaya tersebut adalah:
1.    Directing
Gaya tepat apabila kita dihadapkan dengan tugas yang rumit dan staf kita belum memiliki pengalaman dan motivasi untuk mengerjakan tugas tersebut. Atau apabila anda berada di bawah tekanan waktu penyelesaian. Kita menjelaskan apa yang perlu dan apa yang harus dikerjakan. Dalam situasi demikian, biasanya terjadi over-communicating (penjelasan berlebihan yang dapat menimbulkan kebingungan dan pembuangan waktu). Dalam proses pengambilan keputusan, pemimpin memberikan aturan –aturan dan proses yang detil kepada bawahan. Pelaksanaan di lapangan harus menyesuaikan dengan detil yang sudah dikerjakan. Coaching Pemimpin tidak hanya memberikan detil proses dan aturan kepada bawahan tapi juga menjelaskan mengapa sebuah keputusan itu diambil, mendukung proses perkembangannya, dan juga menerima barbagai masukan dari bawahan. Gaya yang tepat apabila staf kita telah lebih termotivasi dan berpengalaman dalam menghadapi suatu tugas. Disini kita perlu memberikan kesempatan kepada mereka untuk mengerti tentang tugasnya, dengan meluangkan waktu membangun hubungan dan komunikasi yang baik dengan mereka.
2.    Supporting
Adalah sebuah gaya dimana pemimpin memfasiliasi dan membantu upaya bawahannya dalam melakukan tugas. Dalam hal ini, pemimpin tidak memberikan arahan secara detail, tetapi tanggung jawab dan proses pengambilan keputusan dibagi bersama dengan bawahan. Gaya ini akan berhasil apabila karyawan telah mengenal teknik – teknik yang dituntut dan telah mengembangkan hubungan yang lebih dekat dengan anda. Dalam hal ini kita perlumeluangkan waktu untuk berbincang – bincang, untuk lebih melibatkan mereka dalam penganbilan keputusan kerja, serta mendengarkan saran – saran mereka mengenai peningkatan kinerja.
3.    Delegating
Sebuah gaya dimana seorang pemimpin mendelegasikan seluruh wewenang dan tanggung jawabnya kepada bawahan. Gaya Delegating akan berjalan baik apabila staf kita sepenuhnya telah paham dan efisien dalm pekerjaan, sehingga kita dapat melepas mereka menjalankan tugas atau pekerjaan itu atas kemampuan dan inisiatifnya sendiri.Keempat gaya ini tentu saja mempunyai kelemahan dan kelebihan, serta sangat tergantung dari lingkungan di mana seorang pemimpin berada, dan juga kesiapan dari bawahannya. Makakemudian timbul apa yang disebut sebagai ”situational leadership”. Situational leadership mengindikasikan bagaimana seorang pemimpin harus menyesuaikan keadaan dari orang – orangyang dipimpinnya. Ditengah – tengah dinamika organisasi (yang antara lain diindikasikan oleh adanyaperilaku staf / individu yang berbeda – beda), maka untuk mencapai efektivitas organisasi,penerapan keempat gaya kepemimpinan diatas perlu disesuaikan dengan tuntutan keadaan. Inilah yang dimaksud dengan situasional lesdership, sebagaimana telah disinggung di atas. Yang perludiperhatikan adalah bahwa untuk dapat mengembangkan gaya kepemimpinan situasional ini, seseorang perlu memiliki tiga kemampuan khusus yakni : Kemampuan analitis (analytical skills) yakni kemampuan untuk menilai tingkat pengalaman dan motivasi bawahan dalam melaksanakan tugas, Kemampuan untuk fleksibel (flexibility atau adaptability skills) yaitu kemampuan untuk menerapkan gaya kepemimpinan yang paling tepat berdasarkan analisa terhadap situasi, Kemampuan berkomunikasi (communication skills) yakni kemampuan untuk menjelaskan kepada bawahan tentang perubahan gaya kepemimpinan yang kita terapkan. Ketiga kemampuan di atas sangat dibutuhkan bagi seorang pemimpin, sebab seorangpemimpin harus dapat melaksanakan tiga peran utamanya yakni peran interpersonal, peran pengolah informasi (information processing), serta peran pengambilan keputusan (decisionmaking) (Gordon, 1996 : 314-315).
Peran pertama meliputi : Peran Figurehead yaitu Sebagai simbol dari organisasi dimana Leader Berinteraksi dengan bawahan, memotivasi dan  mengembangkannya, Liaison yaitu Menjalin suatu hubungan kerja dan menangkap informasi untuk kepentingan organisasi. Sedangkan peran kedua terdiri dari 3 peran juga yakni : Monitior yang merupakan Memimpin rapat dengan bawahan, mengawasi publikasi perusahaan, atau berpartisipasi dalam suatu kepanitiaan, Disseminator merupakan penyampaian informasi, nilai – nilai baru dan fakta kepada bawahan, Spokeman diartikan sebagai Juru bicara atau memberikan informasi kepada orang – orang di luar organisasinya. Peran ketiga terdiri dari 4 peran yaitu : Enterpreneur adalah Mendesain perubahan dan pengembangan dalam organisasi dan yang terakhir adalah, Allowing yang merupakan pemberikan keleluasaan kepada pekerja untuk menantang dan mengubah cara kerja mereka. Jika saja Indonesia memiliki pemimpin yang sangat tangguh tentu akan menjadi luarbiasa. Karena jatuh bangun kita tergantung pada pemimpin. Pemimpin memimpin, pengikut mengikuti. Jika pemimpin sudah tidak bisa memimpin dengan baik, cirinya adalah pengikut tidak mau lagi mengikuti. Oleh karena itu kualitas kita, tergantung kualitas pemimpin kita. Makin kuat yang memimpin, maka makin kuat pula yang dipimpin.
Rahasia utama kepemimpinan adalah kekuatan terbesar seorang pemimpin bukan darikekuasaanya, bukan kecerdasannya, tapi dari kekuatan pribadinya. Maka jika ingin menjadipemimpin yang baik jangan pikirkan orang lain, pikirkanlah diri sendiri dulu. Tidak akan bisa mengubah orang lain dengan efektif sebelum merubah diri sendiri. Bangunan akan bagus, kokoh, megah, karena ada pondasinya. Maka sibuk memikirkan membangun umat, membangun masyarakat, merubah dunia akan menjadi omong kosong jika tidak diawali dengan diri sendiri. Merubah orang lain tanpa merubah diri sendiri adalah mimpi mengendalikan orang lain tanpa mengendalikan diri.

D.  Kepemimpinan yang Melayani
Merenungkan kembali arti makna kepemimpinan, sering diartikan kepemimpinan adalah jabatan formal yang menuntut untuk mendapat fasilitas dan pelayanan dari konstituen yang seharusnya dilayani. Meskipun banyak di antara pemimpin yang ketika dilantik mengatakan bahwa jabatan adalah sebuah amanah, namun dalam kenyataannya sedikit sekali atau bisa dikatakan hampirtidak ada pemimpin yang sungguh – sungguh menerapkan kepemimpinan dari hati, yaitu kepemimpinan yang melayani. Karakter Kepemimpinan Hati Yang Melayani Kepemimpianan yang melayani dimulai dari dalam diri kita. Kepemimpinan menuntut suatu transformasi dari dalam hati dan perubahan karakter. Kepemimpinan yang melayani dimulai dari dalam dan kemudian bergerak keluar untuk melayani mereka yang dipimpinnya. Disinilah pentingnya karakter dan integritas seorang pemimpin untuk menjadi pemimpin yang diterima oleh rakyat yang dipimpinnya. Kembali kita saksikan betapa banyak pemimpin yang mengaku wakil rakyat ataupun pejabat publik, justru tidak memiliki integritas sama sekali, karena apa yang diucapkan dan dijanjikan ketika kampanye dalam pemilu tidak sama dengan yang dilakukan ketika sudah duduk nyaman di kursinya. Paling tidak menurut Ken Blanchard dan kawan – kawan, ada sejumlah ciri –ciri dan nilai yang muncul dari seorang pemimpin yang memiliki hati yang melayani,yaitu tujuan utama seorang pemimpin adalah melayani kepentingan mereka yang dipimpinnya. Orientasinya adalah bukan untuk kepentingan diri pribadi maupun golongan tapi justru kepentingan publik yang dipimpinnya. Seorang pemimpin memiliki kerinduan untuk membangun dan mengembangkan mereka yang dipimpinnya sehingga tumbuh banyak pemimpin dalam kelomponya. Hal ini sejalan dengan buku yang ditulis oleh John Maxwell berjudul Developing the Leaders Around You. Keberhasilan seorang pemimpin sangat tergantung dari kemampuannya untuk membangun orang – orang di sekitarnya, karena keberhasilan sebuah organisasi sangat tergantung pada potensi sumber daya manusia dalam organisasi tersebut. Jika sebuah organisasi atau masyarakat mempunyai banyak anggota dengan kualitas pemimpin, organisasi atau bangsa tersebut akan berkembang dan menjadi kuat. Pemimpin yang melayani memiliki kasih dan perhatian kepada mereka yang dipimpinnya. Kasih itu mewujud dalam bentuk kepedulian akan kebutuhan, kepentingan, impian da harapan dari mereka yang dipimpinnya. Seorang pemimpin yang memiliki hati yang melayani adalah akuntabilitas ( accountable ).
Istilah akuntabilitas adalah berarti penuh tanggung jawab dan dapat diandalkan. Artinya seluruh perkataan, pikiran dan tindakannya dapat dipertanggungjawabkan kepada public atau kepada setiap anggota organisasinya. Pemimpin yang melayani adalah pemimpin yang mau mendengar. Mau mendengar setiap kebutuhan, impian, dan harapan dari mereka yang dipimpin. Pemimpin yang melayani adalah pemimpin yang dapat mengendalikam ego dan kepentingan pribadinya melebihi kepentingan public atau mereka yang dipimpinnya. Mengendalikan ego berarti dapat mengendalikan diri ketika tekanan maupun tantangan yang dihadapi menjadi begitu berat,selalu dalam keadaan tenang, penuh pengendalian diri, dan tidak mudah emosi. Metode Kepemimpinan Kepala Yang Melayani Seorang pemimpin tidak cukup hanya memiliki hati atau karakter semata, tapi juga harus memiliki serangkaian metode kepemimpinan agar dapat menjadi pemimpin yang efektif. Banyak sekali pemimpin memiliki kualitas sari aspek yang pertama yaitu karakter dan integritas seorang pemimpin, tetapi ketika menjadi pimpinan formal, justru tidak efektif sama sekali karena tidak memiliki metode kepemimpinan yang baik. Contoh adalah para pemimpin yang diperlukan untuk mengelola mereka yang dipimpinnya. Tidak banyak pemimpin yang memiliki metode kepemimpinan ini. Karena hal ini tidak pernah diajarkan di sekolah – sekolah formal.
Keterampilan seperti ini disebut dengan Soft skill atau Personal skill. Dalam salah satu artikel di economist.com ada sebuah ulasan berjudul “Can Leadership Be Taught”, dibahas bahwa kepemimpinan (dalam hal ini metode kepemimpinan) dapat diajarkan sehingga melengkapi mereka yang memiliki karakter kepemimpinan. Ada tiga hal penting dalam metode kepemimpinan, yaitu : Kepemimpinan yang efektif dimulai dengan visi yang jelas. Visi ini merupakan sebuah daya atau kekuatan untuk melakukan perubahan, yang mendorong terjadinya proses ledakan kreatifitas yang dahsyat melalui integrasi maupun sinergi berbagai keahlian dari orang – orang yang ada dalam organisasi tersebut. Bahkan dikatakan bahwa nothing motivates change more powerfully than a clear vision. Visi yang jelas dapat secara dahsyat mendorong terjadinya perubahan dalam organisasi. Seorang pemimpin adalah inspirator perubahan dan visioner yaitu memiliki visi yang jelas kemana organisasinya akan menuju. Kepemimpinan secara sederhana adalah proses untuk membawa orang – orang atau organisasi yang dipimpin menuju suatu tujuan yang jelas.
Tanpa visi, kepemimpinan tidak ada artinya sama sekali. Visi inilah yang mendorong sebuah organisasi untuk senantiasa tumbuh dan belajar serta berkembang dalam mempertahankan survivalnya sehingga bias bertahan sampai beberapa generasi. Ada dua aspek mengenai visi, yaitu visionary role dan implementation role. Artinya seorang pemimpin tidak hanya dapat membangun atau menciptakan visi bagi organisasinya tapi memiliki kemampuan untuk mengimplementasikan visi tersebut ke dalam suatu rangkaian tindakan atau kegiatan yang diperlukan untuk mencapai visi itu. Seorang pemimpin yang efektif adalah seorang yang responsive. Artinya, dia selalu tanggap terhadap setiap persoalan, kebutuhan, harapan, dan impian dari mereka yang dipimpin. Selain itu selalu aktif dan proaktif dalam mencari solusi dari setiap permasalahan ataupun tantangan yang dihadapi. Seorang pemimpin yang efektif adalah seorang pelatih atau pendamping bagi orang – orang yang dipimpinnya (performance coach). Artinya dia memiliki kemempuan untuk menginspirasi, mendorong dan memampukan anak buahnya dalam menyusun perencanaan (termasuk rencana kegiatan, target atau sasaran, rencana kebutuhan sumber daya, dsb), melakukan kegiatan sehari – hari seperti monitoring dan pengendalian, serta mengevaluasi kinerja dari anak buahnya. Perilaku Kepemimpinan bukan hanya sekedar memperlihatkan karakter dan integritas, serta memiliki kemampuan metode kepemimpinan, tapi dia harus menunjukkan perilaku maupun kebiasaan seorang pemimpin.
Dalam buku Ken Blanchard disebutkan perilaku seorang pemimpin, yaitu : Pemimpin tidak hanya sekedar memuaskan mereka yang dipimpin, tapi sungguh–sungguh memiliki kerinduan senantiasa untuk memuaskan Tuhan. Artinya dia hidup dalam perilaku yang sejalan dengan firman Tuhan. Dia memiliki misi untuk senantiasa memuliakan Tuhan dalam setiap apa yang dipikirkan, dikatakan, dan diperbuatnya. Pemimpin adalah seseorang yang focus pada hal – hal spiritual dibandingkan dengan sekedar kesuksesan duniawi. Baginya kekayaan dan kemakmuran adalah untuk dapat memberi dan beramal lebih banyak. Apapun yang dilakukan bukan untuk mendapat penghargaan, tapi melayani sesamanya. Dan dia lebih mengutamakan hubungan atau relasi yang penuh kasih dan penghargaan, dibandingkan dengan status dan kekuasaan semata. Pemimpin sejati senantiasa mau belajar dan bertumbuh dalam berbagai aspek , baik pengetahuan, kesehatan, keuangan, relasi, dsb. Setiap harinya senantiasa menyelaraskan (recalibrating ) dirinya terhadap komitmen untuk melayani Tuhan dan sesame. Melalui solitude (keheningan), prayer (doa), dan scripture (membaca Firman Tuhan ).
Demikian kepemimpinan yang melayani menurut Ken Blanchard yang sangat relevan dengan situasi krisis kepemimpinan yang dialami oleh bangsa Indonesia. Bahkan menurut Danah Zohar, penulis buku Spiritual Intelligence: SQ the Ultimate Intelligence, salah satu tolak ukur kecerdasan spiritual adalah kepemimpinan yang melayani (servant leadership). Bahkan dalam suatu penelitian yang dilakukan oleh Gay Hendrick dan Kate Luderman, menunjukkan pemimpin – pemimpin yang berhasil membawa perusahaannya ke puncak kesuksesan biasanya adalah pemimpin yang memiliki SQ yang tinggi. Mereka biasanya adalah orang –orang yang memiliki integritas, terbuka, mampu menerima kritik, rendah hati, mampu memahami spiritualitas yang tinggi, dan selalu mengupayakan yang terbaik bagi diri mereka sendiri maupun bagi orang lain.
E.  Kepemimpinan Sejati
Kepemimpinan adalah sebuah keputusan dan lebih merupakan hasil dari proses perubahan karakter atau tranformasi internal dalam diri seseorang. Kepemimpinan bukanlahjabatan atau gelar, melainkan sebuah kelahiran dari proses panjang perubahan dalam diriseseorang. Ketika seseorang menemukan visi dan misi hidupnya, ketika terjadi kedamaian dalamdiri (inner peace) dan membentuk bangunan karakter yang kokoh, ketika setiap ucapan dantindakannya mulai memberikan pengaruh kepada lingkungannya, dan ketika keberadaannyamendorong perubahan dalam organisasinya, pada saat itulah seseorang lahir menjadi pemimpin sejati. Jadi pemimpin bukan sekedar gelar atau jabatan yang diberikan dari luar melainkansesuatu yang tumbuh dan berkembang dari dalam diri seseorang. Kepemimpinan lahir dariproses internal (leadership from the inside out ).
Kepemimpinan sesungguhnya tidak ditentukan oleh pangkat atau jabatan seseorang.Kepemimpinan adalah sesuatu yang muncul dari dalam dan merupakan buah dari keputusanseseorang untuk mau menjadi pemimpin, baik bagi dirinya sendiri, bagi keluarga, bagilingkungan pekerjaan, maupun bagi lingkungan sosial dan bahkan bagi negerinya. ” I don’t thinkyou have to be waering stars on your shoulders or a title to be leadar. Anybody who want to raisehis hand can be a leader any time”, dikatakan dengan lugas oleh General Ronal Fogleman,Jenderal Angkatan Udara Amerika Serikat yang artinya Saya tidak berpikir anda menggunakan bintang di bahu anda atau sebuah gelar pemimpin. Orang lainnya yang ingin mengangkat tangan dapat menjadi pemimpin di lain waktu. Sering kali seorang pemimpin sejati tidak diketahui keberadaannya oleh mereka yang dipimpinnya. Bahkan ketika misi atau tugas terselesaikan, maka seluruh anggota tim akan mengatakan bahwa merekalah yang melakukannya sendiri. Pemimpin sejati adalah seorang pemberi semangat (encourager), motivator, inspirator, dam maximizer. Konsep pemikiran seperti ini adalah sesuatu yang baru dan mungkin tidak bisa diterima oleh para pemimpin konvensional yang justru mengharapkan penghormatan dan pujian (honor &praise) dari mereka yang dipimpinnya. Semakin dipuji bahkan dikultuskan, semakin tinggi hati dan lupa dirilah seorang pemimpin. Justru kepemimpinan sejati adalah kepemimpinan yangdidasarkan pada kerendahan hati (humble).
Pelajaran mengenai kerendahan hati dan kepemimpinan sejati dapat kita peroleh dari kisah hidup Nelson Mandela. Seorang pemimpin besar Afrika Selatan, yang membawa bangsanya dari negara yang rasialis menjadi negara yang demokratis dan merdeka. Selama penderitaan 27 tahun penjara pemerintah Apartheid, justru melahirkan perubahan dalam diri Beliau. Sehingga Beliau menjadi manusia yang rendah hati dan mau memaafkan mereka yang telah membuatnya menderita selam bertahun – tahun. Seperti yang dikatakan oleh penulis buku terkenal, Kenneth Blanchard, bahwakepemimpinan dimulai dari dalam hati dan keluar untuk melayani mereka yang dipimpinnya. Perubahan karakter adalah segala – galanya bagi seorang pemimpin sejati. Tanpa perubahan dari dalam, tanpa kedamaian diri, tanpa kerendahan hati, tanpa adanya integritas yang kokoh, daya tahan menghadapi kesulitan dan tantangan, dan visi serta misi yang jelas, seseorang tidak akan pernah menjadi pemimpin sejati. Sebuah jenis kepemimpinan yaitu Q Leader memiliki 4 makna Q berarti kecerdasan atau Øterkait dengan kepemimpinan sejati, yaitu: intelligence. Seperti dalam IQ berarti kecerdasan intelektual. EQ berarti kecerdasan emosional, dan SQ berarti kecerdasan spiritual. Q leader berarti seorang pemimpin yang memiliki kecerdasan IQ, EQ, SQ yang Q leader berarti kepemimpinan yang memiliki Øcukup tinggi. Kualitas (quality), baik dari aspek visioner Q  maupun aspek manajerial. leader berarti seorang pemimpin yang memiliki qi ( dibaca ‘chi’ dalam bahasa Mandarin Q keempat adalah qolbu atau Øyang berarti kehidupan). inner self.
Seorang pemimpin sejati adalah seseorang yang sungguh – sungguh mengenali dirinya (qolbunya) dan dapat mengelola dan mengendalikannya (self management atau qolbu management). Menjadi seorang pemimpin Q berarti menjadi seorang pemimpin yang selalu belajar dan bertumbuh senantiasa untuk mencapai tingkat atau kadar Q (intelligence-quality-qi-qolbu) yanglebih tinggi dalam upaya pencapaian misi dan tujuan organisasi maupun pencapaian makna kehidupan setiap pribadi seorang pemimpin. Rangkuman kepemimpinan Q dalam 3 aspek penting yang disingkat menajadi 3C, yaitu :• Perubahan karakter dari dalam diri (character chage).• Visi yang jelas (clear vision).• Kemampuan atau kompetensi yang tinggi (competence).Ketiga hal tersebut dilandasi oleh suatu sikap disiplin yang tinggi untuk senantiasa bertumbuh, belajar dan berkembang baik secara internal (pengembangan kemampuan intrapersonal, kemampuan teknis, pengatahuan, dll) maupun dalam hubungannya dengan orang lain (pengembangan kemampuan interpersonal dan metode kepemimpinan). Seperti yang dikatakanoleh John Maxwell, ” The only way that I can keep leading is to keep growing. The the day Istop growing, somebody else takes the leadership baton. That is way it always it.” Satu-satunya cara agar saya tetap menjadi pemimpin adalah saya harus senantiasa bertumbuh. Ketika saya berhenti bertumbuh, orang lain akan mengambil alih pertumbuhan itu.
F.   Kepemimpinana dan Kearifan Lokal
Kearifan local yaitu spirit local genius yang disepadankan maknanya dengan pengetahuan,kecerdikan, kepandaian, keberilmuan, dan kebijaksanaan dalam pengambilan keputusan dan berkenaan dengan penyelesaian masalah yang relative pelik dan rumit,Dalam suatu local (daerah ) tentunya selalu diharapkan kehidupan yang selaras, serasi dan seimbang (harmonis). Kehidupan yang penuh kedamaian dan suka cita. Kehidupan yang dipimpin oleh pimpinan yang dihormati bawahannya. Kehidupan yang teratur dan terarah yang dipimpin oleh pimpinan yang mampu menciptakan suasana kondusif. Kehidupan manusia tidak lepas dari masalah. Serangkaian masalah tidaklah boleh didiamkan.Setiap masalah yang muncul haruslah diselesaikan. Dengan memiliki jiwa kepemimpinan, seseorang akan mampu menaggulangi setiap masalah yang muncul. Manusia di besarkan masalah, dan Dalam kehidupan local masyarakat, setiap masalah yang muncul dapat ditanggulangi dengan kearifan local masyarakat setempat.

BAB IV
PENUTUP

A.      Kesimpulan
Kata pemimpin, kepemimpinan serta kekuasaan memiliki keterikatan yang tak dapat dipisahkan. Karena untuk menjadi pemimpin bukan hanya berdasarkan suka satu sama lainnya, tetapi banyak faktor. Pemimpin yang berhasil hendaknya memiliki beberapa kriteria yang tergantung pada sudut pandang atau pendekatan yang digunakan, apakah itu kepribadiannya, keterampilan, bakat, sifat – sifatnya, atau kewenangannya yang dimiliki yang mana nantinya sangat berpengaruh terhadap teori maupun gaya kepemimpinan yang akan diterapkan. Rahasia utama kepemimpinan adalah kekuatan terbesar seorang pemimpin bukan dari kekuasaanya, bukan kecerdasannya, tapi dari kekuatan pribadinya. Seorang pemimpin sejati selalu bekerja keras memperbaiki dirinya sebelum sibuk memperbaiki orang lain. Pemimpin bukan sekedar gelar atau jabatan yang diberikan dari luar melainkan sesuatu yang tumbuh dan berkembang dari dalam diri seseorang. Kepemimpinan lahir dari proses internal (leadership from the inside out).
B.       Saran
Sangat diperlukan sekali jiwa kepemimpinan pada setiap pribadi manusia. Jiwa kepemimpinan itu perlu selalu dipupuk dan dikembangkan. Paling tidak untuk memimpin diri sendiri. Jika saja Indonesia memiliki pemimpin yang sangat tangguh tentu akan menjadi luar biasa. Karena jatuh bangun kita tergantung pada pemimpin. Pemimpin memimpin, pengikut mengikuti. Jika pemimpin sudah tidak bisa memimpin dengan baik, cirinya adalah pengikut tidak mau lagi mengikuti. Oleh karena itu kualitas kita tergantung kualitas pemimpin kita. Makin kuat yang memimpin maka makin kuat pula yang dipimpin. Oleh karena itu, kita sebagai manusia dan pemuda yang mempunyai identitas selaku Rahmatan Lil-alamin harus mampu mengaplikasikan serta mengejawantahkan apa yang telah kita dapat di dunia perguruan karena kita adalah generasi penerus Bangsa yang akan datang.
By: Makalah ijho In Depok

Rabu, 12 Oktober 2011

PEMUDA DAN DINAMIKA PERUBAHAN SOSIAL DI ERA MUTAKHIR



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Perubahan sosial adalah perubahan dalam hubungan interaksi antar orang, organisasi atau komunitas, ia dapat menyangkut “struktur sosial” atau “pola nilai dan norma” serta “pran”. Dengan demikian, istilah yang lebih lengkap mestinya adalah “perubahan sosial-kebudayaan” karena memang antara manusia sebagai makhluk sosial tidak dapat dipisahkan dengan kebudayaan itu sendiri. Pada era globalisasi dan informasi saat ini, yang ditandai semakin menipis dan hilangnya batas pemisah antara nilai-nilai lingkungan dan budaya bangsa yang diikuti dengan kecenderungan terbentuknya nilai-nilai budaya yang sifatnya universal, nampaknya studi tentang kaum muda dalam dinamika perubahan sosial menjadi sangat penting dan mendapatkan perhatian yang sangat luas terhadap kaum muda-mudi sebagai suatu tonggak penerus bangsa. Dengan sisi internal dimaksudkan adalah nilai-nilai dan sistem budaya yang ada dilingkungan muda-mudi itu sendiri, sedangkan sisi eksternal yang dimaksudkan adalah nilai-nilai dan sistem budaya yang ada diluar lingkungannya itu sendiri.
Suatu kenyataan yang tak dapat dipungkiri, bahwa nilai-nilai dan sistem budaya yang berkembang begitu pesat cenderung mengalami dampak serta efek yang begitu fundamental hingga menjadi tantangan bagi kaum Muda sebagai generasi penerus bangsa karena perubahan sudah berhasil membonsai daya fikir dan kreatifitas kaum muda karena kehilangan daya dinamikanya yang menjadi mandeg, sehingga tidak mampu mewujudkan peran dan fungsinya sebagai Rahmatan lil-alamin. Dimana nilai-nilai sistem budaya dilingkungan pemuda umumnya telah didominasi oleh nilai-nilai dan sistem budaya modern, dengan ilmu pengetahuan dan tekhnologinya yang semakin canggih serta sifatnya yang sekuler  telah mengalami perkembangan yang cepat dan tanpa batas serta menyentuh tujuan-tujuan yang hakiki. Sebagai konsekuensinya, nilai-nilai dan sistem budaya modern tersebut telah menimbulkan ancaman terhadap kelestarian kehidupan kelestarian umat manusia dan alam sekitarnya serta kehidupan semesta ini. Inilah tantangan pemuda bahkan seluruh umat manusia.
Era globalisasi dan informasi merupakan kenyataan yang tak dapat ditolak dan pemuda menghadapi tantangan yang tak terelakkan. Nilai-nilai dan sistem budaya modern yang bersifat sekuler dengan bebas memasuki lingkungan kehidupan kaum muda yang akan menyingkirkan nilai-nilai dan kehidupan budaya umat yang statis dan mandeg. Konsekuensinya adalah pemuda serta umat manusia yang kehilangan daya solutif dan kreatifitasnya. Namun disisi lain, era modern dan informasi memberikan kesempatan yang luas untuk mewujudkan misi pemuda atau Islam sebagai rahmatan lil-alamin. Dengan nilai-nilai dasarnya yang bersifat universal dan dengan sistem budaya yang sifatnya memiliki dinamika yang begitu kompleks, maka seharusnya kaum muda harus begitu jeli dalam mengambil serta memilih sesuatunya agar jauh dari bias perkembangan sosial yang begitu modern dan mutakhir, disinilah letak urgensi dan hakikat ilmu pengetahuan dalam hal perubahan dinamika sosial dan budaya.

B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana peran pemuda dalam dinamika perubahan sosial di era mutakhir?
2.      Bagaimana partisipasi pemuda dalam dinamika perubahan sosial di era mutakhir?

C.    Tujuan
1.      Tujuan Umum
Untuk mengetahui secara Universal tentang peran dan partisipasi pemuda dalam dinamika perubahan sosial di era mutakhir.
2.      Tujuan Khusus
a.       Dapat mengetahui peran dan partisipasi pemuda dalam dinamika perubahan sosial di era mutakhir.
b.      Untuk mengetahui aspek-aspek yang dapat mempengaruhi terjadinya suatu perubahan sosial.
c.       Mengetahui efek serta dampak yang ditimbulkan perubahan sosial di era mutakhir.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1.      Tinjauan Teoritis
William F. Ogburn berpendapat, ruang lingkup perubahan sosial meliputi unsur-unsur kebudayaan, baik yang material ataupun yang bukan material. Unsur-unsur material itu berpengaruh besar atas bukan-material. Kingsley Davis berpendapat bahwa perubahan sosial ialah perubahan dalam struktur dan fungsi masyarakat. Misalnya, dengan timbulnya organisasi buruh dalama masyarakat kapitalis, terjadi perubahan-perubahan hubungan antara buruh dengan majikan, selanjutnya perubahan-perubahan organisasi ekonomi dan politik.
Mac Iver mengartikan perubahan sosial sebagai perubahan hubungan-hubungan sosial atau perubahan keseimbangan hubungan sosial. Gillin dan Gillin memandang perubahan sosial sebagai penyimpangan cara hidup yang telah diterima, disebabkan baik oleh perubahan kondisi geografi, kebudayaan material, komposisi penduduk, ideologi ataupun karena terjadinya digusi atau penemuan baru dalam masyarakat. Selanjutnya Samuel Koeing mengartikan perubahan sosial sebagai modifikasi yang terjadi dalam pola-pola kehidupan manusia, disebabkan oleh perkara-perkara intren atau ekstern.
Modernitas memang mengurangi risiko pada bidang-bidang dan pada cara hidup tertentu, tetapi juga membawa parameter risiko baru yang tidak dikenal pada era-era sebelumnya. Untuk itu maka diperlukan ketangguhan, baik mental maupun fisik. Tidak semua orang berani, dapat atau mampu mengambil jalan yang penuh risiko. Sifat-sifat itu ada dalam diri pemuda, karena tugas itu sesuai buat pemuda. Anoraga (1992) mengemukakan bahwa kepemimpinan adalah kemampuan untuk mempengaruhi orang lain, melalui komunikasi baik secara langsung maupun tidak langsung dengan maksud untuk menggerakkan orang-orang agar dengan penuh pengertian, kesadaran, dan senang hati bersedia kehendak pemimpinnya. Kepemimpinan bisa berada di muka, bisa di tengah, dan bisa di belakang, seperti ungkapan “ing ngarso sung tulodo, ing madyo mangun karso, dan tut wuri handayani”. Tidak semua orang juga bisa menjadi pemimpin. Pemimpin juga tidak dibatasi oleh usia, bahkan dengan tambah usia makin banyak pengalaman, makin arif kepemimpinan.
Menurut Terry (1960) fungsi pemimpin dalam organisasi dikelompokkan menjadi empat yaitu : (1) perencanaan; (2) pengorganisasia; (3) pengerakkan; (4) pengendalian. Pada lapisan pemimpin-pemimpin muda itulah kita harapkan memperoleh sumber dinamika. Sumber dinamika yang dapat mengembangkan kreativitas, melahirkan gagasan baru, mendobrak hambatan-hambatan, mencari pemecahan masalah, kalau perlu dengan menembus sekat-sekat berpikir konvensional. Oleh karena itu, menjadi tugas kita sekarang, terutama tugas dari para pemimpin pemuda untuk membangun semangat, kemampuan, dan pengamalan kepeloporan dan kepemimpinan. Membangun semangat adalah membangun sikap, karena itu terkait erat dengan pembangunan budaya. Pendidikan merupakan wahana yang paling penting dan mendasar, di samping upaya lain untuk merangsang inisiatif dan membangkitkan motivasi. Keteladanan adalah pendekatan lain untuk membangkitkan semangat. Dorongan masyarakat, atau tantangan dari masyarakat, juga merangsang bangkitnya semangat.
Ada yang berpendapat, terjadinya perubahan sosial ialah karena timbulnya perubahan pada unsur-unsur yang mempertahankan keseimbangan masyarakat, misalnya perubahan pada unsur geografi, biologi, ekonomi atau kebudayaan.
Ada pula teori yang menyatakan bahwa perubahan sosial ada yang bersifat berkala dan tidak berkala. Selanjutnya ada teori yang menyimpulkan, bahwa perubahan sosial terjadi karena kondisi-kondisi sosial primer, misalnya kondisi ekonomi, teknologi, geografi atau biologi. Kondisi-kondisi inilah yang menyebabkan terjadinya perubahan pada aspek-aspek kehidupan sosial lainnya. Pendapat selanjutnya ialah, semua kondisi tersebut sama pentingnya, baik salah: situ ataupun kesemuanya memungkinkan terjadinya perubahan social.





BAB III
PEMBAHASAN

A.    Definisi Perubahan
Dalam menghadapi perubahan sosial budaya tentu masalah utama yang perlu diselesaikan ialah pembatasan pengertian atau definisi perubahan sosial (dan perubahan kebudayaan) itu sendiri. Ahli-ahli sosiologi dan antropologi telah banyak membicarakannya.
William F. Ogburn berpendapat, ruang lingkup perubahan sosial meliputi unsur-unsur kebudayaan, baik yang material ataupun yang bukan material. Unsur­unsur material itu berpengaruh besar atas bukan-material. Kingsley Davis berpendapat bahwa perubahan sosial ialah perubahan dalam struktur dan fungsi masyarakat. Misalnya, dengan timbulnya organisasi buruh dalam masyarakat kapitalis, terjadi perubahan-perubahan hubungan antara buruh dengan majikan, selanjutnya perubahan-perubahan organisasi ekonomi dan politik2.
Mac Iver mengartikan perubahan sosial sebagai perubahan hubungan-hubungan sosial atau perubahan keseimbangan hubungan sosial. Gillin dan Gillin memandang perubahan sosial sebagai penyimpangan cara hidup yang telah diterima, disebabkan baik oleh perubahan kondisi geografi, kebudayaan material, komposisi penduduk, ideologi ataupun karena terjadinya digusi atau penemuan baru dalam masyarakat. Selanjutnya Samuel Koeing mengartikan perubahan sosial sebagai modifikasi yang terjadi dalam pola-pola kehidupan manusia, disebabkan oleh perkara-perkara intren atau ekstern.
Akhirnya dikutip definisi Selo Soemardjan yang akan dijadikan pegangan dalam pembicaraan selanjutnya. “Perubahan –perubahan sosial adalah segala perubahan pada lembaga-lembaga kemasyarakatan dalam suatu masyarakat, yang Mempengaruhi sistem sosialnya, termasuk didalamnya nilai-nilai, sikap-sikap dan pola-pola per-kelakukan diantara kelompok-kelompok dalam masyarakat”. Definisi ini menekankan perubahan lembaga sosial, yang selanjutnya mempengaruhi segi-segi lain struktur masyarakat. Lembaga sosial ialah unsur yang mengatur pergaulan hidup untuk mencapai tata tertib melalui norma. Perubahan masyarakat yang berlangsung dalam abad pertama Islam tiada tara bandingannya dalam sejarah dunia Kesuksesan Nabi Besar Muhammad SAW.
Dalam merombak masyarakat jahiliyah Arab, membentuk dan membinanya menjadi suatu masyarakat Islam, masyarakat persaudaraan, masyarakat demokratis, masyarakat dinamis dan progresif, masyarakat terpelajar, masyarakat berdisiplin, masyarakat industri, masyarakat sederhana, masyarakat sejahtera adalah tuntunan yang sangat sempurna dan wahyu ilahi. Allah berfirman, yang artinya : “Kitab ini tidak ada keraguan atasnya bagi orang-orang yang bertakwa” (Q.S. 2 :2).
Nabi Muhammad adalah Nabi yang paling sukses diantara para pemimpin agama, mendapat pengakuan dunia. Ajaran Islam yang dibawanya berhasil dan kuasa membasmi kejahatan yang sudah berurat berakar, penyembahan berhala, minuman keras, pembunuhan dan saling bermusuhan sampai tidak berbekas sama sekali, dan Muhammad berhasil membina di atasnya suatu bangsa yang berhasil menyalakan ilmu pengetahuan yang terkemuka, bahkan menjadi sumber kebangunan Eropa.
Proses perubahan masyarakat yang digerakkan oleh Muhammad adalah proses evolusi. Proses itu berlangsung dengan mekanisme interaksi dan komunikasi sosial, dengan imitasi, sugesti, identifikasi dan simpati. Strategi perubahan kebudayaan yang dicanangkannya adalah strategi yang sesuai dengan fitrah, naluri, bakat, azas atau tabiat-tabiat universal kemanusiaan. Stratagi dan dikumandangkannya strategi mencapai salam, mewujudkan perdamaian, mewujudkan suatu kehidupan masyarakat yang sejahtera, persaudaraan, dan ciri-ciri masyarakat Islam yang dibicarakan di atas tadi.
Walaupun demikian Muhammad harus mempersiapkan bala tentara untuk mempertahankan diri dan untuk mengembangkan dakwahnya, adalah karena tantangan yang diterima dari kaum Quraish dan penantang-penantang jahiliyah lainnya untuk menghapuskan eksistensi Muhammad dan pengikutnya. Justru karena tantangan itu, kaum muslimin kemudian bertumbuh dengan cepat dan mengembangkan masyarakat dan kebudayaan dengan sempurna.
Dalam situasi yang demikian, kita perlu merenungkan mengapa Muhammad SAW, junjungan kita, panutan kita, mampu membuat perubahan suatu masyarakat bodoh, terkebelakang, kejam, menjadi suatu masyarakat sejahtera, terpelajar, dinamis dan pogresif dalam waktu yang begitu singkat. Strategi kebudayaan yang dibandingkan Muhammad itu perlu kita kaji kembali Metode perjuangannya perlu kita analisa. Semua itu harus mampu membenkan anda suatu pisau analisa untuk kemudian menytrsttn suatu strategi kebudayaan untuk masa kini, untuk membangun kembali umat Islam dari keadaannya yang sekarang ini. Suatu hipotesa patut diketengahkan, Muhammad pada dasarnya membawa suatu sistem teologi yang sangat berlainan dengan sistem teologi jahiliyah Arab.

B.     Teori Perubahan Masyarakat
Karena perubahan masyarakat merupakan fakta, tidak heranlah kita kenapa filosof-filosof tertarik untuk merumuskan prinsip-prinsipnya dan kenapa ilmuwan-ilmuwan berusaha menemukan hukum-hukumnya. Banyak diantara mereka berpendapat bahwa kecenderungan kepada perubahan sosial adalah gejala yang wajar, timbul dari pergaulan hidup manusia.
Ada yang berpendapat, terjadinya perubahan sosial ialah karena timbulnya perubahan pada unsur-unsur yang mempertahankan keseimbangan masyarakat, misalnya perubahan pada unsur geografi, biologi, ekonomi atau kebudayaan. Ada pula teori yang menyatakan bahwa perubahan sosial ada yang bersifat berkala dan tidak berkala. Selanjutnya ada teori yang menyimpulkan, bahwa perubahan sosial terjadi karena kondisi-kondisi sosial primer, misalnya kondisi ekonomi, teknologi, geografi atau biologi. Kondisi-kondisi inilah yang menyebabkan terjadinya perubahan pada aspek-aspek kehidupan sosial lainnya. Pendapat selanjutnya ialah, semua kondisi tersebut sama pentingnya, baik salah: situ ataupun kesemuanya memungkinkan terjadinya perubahan sosial. Karena masyarakat itu bersifat dinamik, adalah masyarakat Muslim sebagai salah satu masyarakat manusia tentu mengalami perubahan-perubahan pula. Kajian sejarah umat Islam membuktikan bahwa telah terjadi perubahan demi perubahan dalam perjalanan hidup umat. Sejarah adalah kisah tentang perkembangan masyarakat. Kalau masyarakat itu berubah, seperti batu atau gunung, barulah ia tidak bersejarah.
Tetapi betapapun perubahan itu jadi gejala umum,  seolah-olah dinafikan oleh ulama tradisional. Efek dari paham taklid terjadi pembekuan pemikiran. Mereka hanya bersedia menerima fatwa gurunya. Si guru itu menerima dari gurunya pula. Guru dari guru menerima dari gurunya pula, demikianlah selanjutnya. Sikap ini tidak terbatas pada perkara-perkara di bidang agama, tapi juga di bidang sosiobudaya. Urusan sosiobudaya diatur oleh adat. Adat mewariskan dan mengawal peraturan, nilai, kepercayaan, sikap dan pandangan nenek-moyang dari generasi ke generasi.
Pendukungan adat hanya taat kepada adat. Perkara-perkara yang diluar adat, apalagi yang berlawanan, mestilah ditolak. Seperti pula orang taklid yang hanya bersedia menerima fatwa gurunya. Fatwa yang bukan dari pada guru, apalagi yang berlawanan, mestilah ditolak. Maka tertutuplah kemungkinan untuk menerima fatwa baru dalam bidang agama (baru dalam pengertian bukan fatwa lama yang turun menurun, atau fatwa yang dirumuskan oleh tafsiran dan pandangan baru), dan tertutup pula kemungkinan menerima perkara baru dalam sosiobudaya. Dengan demikian tersekatlah perubahan. Orang mempertahankan apa yang selama ini ada.
Apa yang ada itu berasal dari masa lalu. Tanpa perubahan pembaharuan tidak mungkin timbul. Masyarakat menjadi statik (lawan dari pada dinamik), mereka dekat oleh tradisi, menjadi tradisional. Suatu teori perubahan yang baik juga disinggung disini ialah prinsip perubahan imanen (dari dalam) yang dibicarakan oleh Sokorin dalam bukunya Social and Cultural Dynamics. Suatu sistem sosiobudaya semenjak ujudnya tidak hentihentinya bekerja dan bertindak. Dalam menghadapi lingkungan tertentu sistem itu menimbulkan perubahan, disamping dirinya sendiri juga ikut mengalami perubahan. Karena telah mengalami perubahan, maka dalam menghadapi lingkungan yang sama dengan yang sebelumnya, is memberikan reaksi yang berbeda dari pada reaksinya yang pertama. Jadi lingkungan tetap sama, tapi sistem itu dan reaksinya berubah.
Demikianlah selanjutnya, reaksi yang ketiga terhadap lingkungan yang sama mengalami pula perubahan. Perubahan tidak hanya pada sistem dan reaksinya tapi juga pada lingkungan itu sendiri.
Bagaimana dengan perubahan sosial budaya? Apakah perubahan-perubahan yang sudah berlangsung tidak tentu arah, ataukah bergerak kepada suatu tujuan?
Apakah perubahan-perubahan itu digerakkan atau ditentukan oleh manusia sendiri, ataukah ditentukan oleh kekuasaan di luar manusia?
Pertanyaan-pertanyaan itu membawa kita kepada perdebatan filsafat serba tentu dan tak serba tentu yang tidak habis-habisnya.

C.    Faktor Penyebab Perubahan
a.       Bertambahnya atau Berkurangnya Penduduk
Seperti telah diuraikan bertambahnya penduduk yang cepat menyebabkan terjadinya perubahan dalam struktur masyarakat yang diikuti pula dengan perubahan pola kebudayaan masyarakat (pola sikap, pola perilaku dan pola sarana fisik), nyata terjadi misalnya, perubahan dalam sistem hak milik atas tanah; orang mengenal hak milik individual atas tanah, sewa tanah, gadai tanah, bagi hasil dan seterusnya, yang sebelumnya tidak dikenal orang.
Berkurangnya penduduk dapat disebabkan oleh hal-hal yang alamiah (wabah, bencana alam dan sebagainya); tetapi dapat pula karena berpindahnya sebagian penduduk dari desa ke kota atau dari suatu daerah (pulau) ke daerah (pulau) lain. Gejala pertama yang kini banyak kita temui di Indonesia, khususnya di Pulau Jawa, dikenal dengan gejala urbanisasi (gejala ini meningkat pada negara-negara dimana industri berkembang). Dalam hal yang kedua, perpindahan penduduk dari pulau Jawa ke Pulau lainnya (Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Irian Jaya) dan dikenal dengan transmigrasi. Perpindahan penduduk tersebut mungkin mengakibatkan kekosongan, misalnya nampak pada gejala stratifikasi sosial atau lembagian kerja dan lain-lain yang akan mempengaruhi lembaga-lembaga lainnya.            
Perpindahan penduduk atau imigrasi itu (antar negara dikenal sebagai emigrasi dan bagi negara yang menerimanya dikenal sebagai imigrasi) telah berkembang beratus-ratus ribu tahun lamanya di dunia ini. Hal ini sejajar pula dengan meningkatnya jumlah penduduk di dunia itu. Pada masyarakat-masyarakat yang mata pencahariannya yang utama, berburu, perpindahan selalu dilakukan, karena kehidupan mereka khususnya dalam hal persediaan hewan-hewan perburuan, sangat “tergantung” dari alam (dikenal sebagai masyarakat “nomaden”). Apabila hewan-hewan tersebut habis, mereka akan berpindah ke tempat-tempat lain.

b.      Penemuan-penemuan Baru atau invention
Suatu proses sosial dan kebudayaan yang besar, tetapi yang terjadi dalam jangka waktu yang tidak lama, disebut “inovasi” (innovation). Proses tersebut bermula pada suatu penemuan baru, dikenal sebagai suatu “Discovery”. Jalannya penyebaran dan penerimaan unsur baru itu dalam masyarakat yang sering kali menyebabkan berkembangnya hal-hal baru pula yang mendukung penemuan (discovery) tersebut dikenal sebagai proses “invention”. Hal baru yang ditemukan itu bisa berupa unsur-unsur kebudayaan (nilai, norma, cita-cita, yang mengarahkan pola bersikap, atau pola perilaku atau pola sarana fisik), atau bisa berupa unsur struktur masyarakat (hubungan, status atau organisasi baru).

c.       Pertentangan (Conflic)
Pertentangan dalam masyarakat dapat pula menjadi sebab dari pada terjadinya perubahan sosial dan kebudayaan. Pertimbangan itu bisa terjadi antara orang perorangan dengan kelompoknya atau pertentangan antar kelompok.
Pertentangan antara kepentingan individu dengan kelompoknya misalnya terjadi pada masyarakat tradisionil di Indonesia, yang mempunyai ciri kehidupan kolektif. Segala kegiatan didasarkan pada kepentingan individu dengan kelompoknya yang menyebabkan mempunyai fungsi sosial. Tidak jarang timbul pertentangan antara kepentingan individu dengan kelompoknya yang menyebabkan perubahan. Misalnya, pada masyarakat yang patrilineal seperti masyarakat Batak terdapat suatu kekuasaan/adat, bahwa apabila suami meninggal maka keturunannya berada di bawah kekuasaan kerabat suami.
Dengan terjadinya proses individualisasi, terutama pada orang-orang Batak yang pergi merantau, kemudian terjadi penyimpangan, yaitu bahwa anak-anak tetap tinggal dengan ibunya, walaupun hubungan antara si ibu dengan keluarga almarhum suaminya telah putus, karena meninggalnya suami. Keadaan tersebut membawa perubahan besar pada peranan keluarga batih dan juga pada kedudukan wanita, yang selama ini dianggap tidak mempunyai hak apa-apa apabila dibandingkan dengan laki-laki.
Pertentangan antara kelompok mungkin terjadi antara generasi tua dengan generasi muda, khususnya pada masyarakat berkembang yang mengalami perubahan masyarakat tradisionil ke tahap masyarakat modern. Generasi muda yang belum terbentuk kepribadiannya, lebih mudah untuk menerima unsur-unsur kebudayaan asing (misalnya kebudayaan Barat) yang dalam beberapa hal mempunyai taraf lebih lanjut, sehingga menimbulkan perubahan tertentu (contoh : pergaulan bebas antara pria dan wanita karena kedudukan kedua jenis kelamin setaraf).

d.      Terjadinya Pemberontakan (Revolusi) dalam Masyarakat itu Sendiri
Suatu revolusi dalam masyarakat seperti, revolusi pada bulan Oktober 1917 di Rusia, atau tanggal 17 Agustus 1945 di Indonesia, menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan besar, baik struktural maupun dalam pola kebudayaan masyarakat. Seperti sudah diuraikan pada BAB X, lazimnya suatu revolusi merupakan perubahan yang cepat dan mengenai dasar-dasar atau sendi-sendi pokok dari kehidupan masyarakat.
Suatu perubahan sosial dan kebudayaan dapat pula bersumber pada sebab-sebab yang berasal dari luar masyarakat itu sendiri seperti berikut ini.



e.       Sebab Perubahan Berasal dari Lingkungan Alam Fisik yang Ada disekitar Manusia
Terjadinya gempa bumi, taufan, banjir besar dan lain-lain dapat menyebabkan, bahwa masyarakat yang mendiami daerah-daerah tersebut terpaksa harus meninggalkan tempat tinggalnya. Di tempat yang baru mereka harus menyesuaikan diri dengan keadaan alam yang baru tersbeut, hal mana dapat merubah kehidupan mereka (contoh : jika biasanya di tempat yang lama suatu pencaharian adalah berburu, kemudian di tempat yang baru adalah harus bertani, maka timbullah suatu lembaga baru yaitu pertanian).
Kadang-kadang sebab perubahan yang bersumber pada lingkungan alam fisik, dapat disebabkan oleh tindakan-tindakan dari warga masyarakat itu sendiri (contoh : penebangan hutan, penggalian tanah secara melampaui batas). Hal ini jelas akan mengakibatkan perubahan, dimana warga itu karenanya harus meninggalkan tempat tinggalnya.

f.       Peperangan
Peperangan dengan negara lain dapat pula menyebabkan terjadinya perubahan, karena biasanya negara yang memang akan memaksakan negara yang takluk untuk menerima kebudayaannya yang dianggap sebagai kebudayaan yang lebih tinggi tarafnya. Negara-negara yang kalah dalam Perang Dunia Ketiga seperti Jerman dan Jepang, mengalami perubahan-perubahan yang besar dalam masyarakatnya. Jerman, misalnya mengalami perubahan yang menyangkut bidang kenegaraan, dimana negara tersebut akhirnya dipecah menjadi dua negara yaitu Jerman Barat (Republik Federasi Jerman) dan Jerman Timur (Republik Demokrat Jerman), yang masing-masing berorientasi pada Blok Barat dan Blok Timur.

D.    Arah Perubahan (Direction of Change)
Apabila seseorang mempelajari perubahan masyarakat, perlu pula diketahui ke arah mana perubahan dalam masyarakat itu bergerak. Yang jelas, perubahan bergerak meninggalkan faktor yang diubah. Akan tetapi setelah meninggalkan faktor itu, mungkin perubahan itu bergerak kepada sesuatu bentuk yang sama sekali baru, namun mungkin pula bergerak ke arah suatu bentuk yang sudah ada di dalam waktu yang lampau. Usaha-usaha masyarakat Indonesia bergerak ke arah modernisasi dalam pemerintahan, angkatan bersenjata, pendidikan dan industrialisasi yang disertai dengan usaha untuk menemukan kembali kepribadian Indonesia, merupakan contoh dari kedua arah yang berlangsung pada waktu yang sama dalam masyarakat kita.
Guna memperoleh gambaran jelas mengenai arah perubahan termaksud, akan diberikan suatu contoh yang diambil dari Social Changes in Yogyakarta. Jauh sebelum orang Belanda datang ke Indonesia, orang Jawa telah mempunyai lembaga-lembaga pendidikan tradisionalnya. Dalam cerita-cerita wayang, sering diceritakan bahwa guru yang bijaksana, mengumpulkan kaum muda sebagai cantriknya ke tempat kediamannya serta mengajarkan kepada mereka bagaimana caranya untuk dapat hidup sebagai warga masyarakat yang baik. Cantrik-cantrik tersebut hidup bersama-sama dengan guru mereka dalam pondok-pondok, dimana mereka bekerja untuk kelangsungan hidupnya dan kehidupan gurunya, sambil menerima ajaran-ajaran sang guru di sela-sela pekerjaan sehari-hari. Sistem tersebut berlangsung berabad-abad lamanya, baik waktu pengaruh Hindu, Budha maupun Islam masuk, hingga kini. Dengan masuknya pengaruh Islam para guru dinamakan kiai, sedangkan pondok-pondok tersebut dinamakan pesantren yang artinya adalah tempat para santri (yaitu orang-orang yang mendalami ajaran-ajaran agama Islam). Banyak yang berguru pada para kiai tersebut untuk mempelajari dan memperdalam ajaran agama Islam. Oleh karena kiai hanya mempunyai satu atau beberapa keahlian saja, maka banyak murid-murid yang belajar pada beberapa orang kiai, agar mendapatkan pengetahuan yang lebih luas. Tidak ada persyaratan khusus yang harus dipenuhi oleh seseorang yang hendak belajar pada pesantren tersebut, kecuali bahwa dia sungguh-sungguh ingin belajar dan memenuhi segala persyaratan yang ditentukan oleh hukum agama. Kehidupan di pesantren diatur sebagai satu keluarga yang dipimpin oleh kiai. Di luar pesantren, para muda mudi dapat pula memperoleh pendidikan keagamaan, misalnya di masjid-masjid.
Akhir-akhir ini, banyak sekolah-sekolah yang didirikan oleh lembaga-lembaga agama Islam dimana para siswa juga mendapatkan pelajaran mengenai hal-hal yang berhubungan dengan soal keduniawian (sekuler). Sekolah-sekolah tersebut dinamakan madrasah. Sistem pendidikan yang demikian di daerah Istimewa Yogyakarta tidak mengalami perubahan-perubahan yang mencolok, kecuali para santri kemudian diperkenankan mengikuti pelajaran-pelajaran pada sekolah-sekolah biasa di pagi hari. Sesudah revolusi fisik, kecenderungan yang mengarah ke sekulerisasi sebagai pandangan hidup masyarakat Yogyakarta, semakin nyata.
Persoalan-persoalan individual maupun sosial, lebih ditafsirkan dalam pengertian-pengertian yang sekuler dan rasional. Kecenderungan tersebut tampak pula pada madrasah-madrasah dimana para siswa meminta agar diajarkan lebih banyak hal-hal yang menyangkut soal-soal keduniawian, seperti sejarah, ilmu bumi, ilmu pasti dan sebagainya, supaya menyamai pelajaran-pelajaran yang diberikan pada sekolah-sekolah biasa. Pemerintah dalam hal ini tampak memberikan bantuan dan semakin banyak pula siswa-siswa madrasah yang mengikuti pelajaran-pelajaran pada sekolah biasa.
Dari gejala tersebut di atas, tidaklah dapat disimpulkan bahwa madrasah dan pesantren-pesantren tersebut sebagai lembaga pendidikan akan terdesak oleh lembaga-lembaga pendidikan yang sekuler. Akan tetapi keinginan-keinginan yang kuat untuk mendapat pendidikan yang sekuler rupa-rupanya lebih kuat pada generasi muda. Pendidikan di Indonesia dianggap sebagai alat utama untuk mengadakan perbaikan-perbaikan, dahulu pusat perhatian adalah kebahagiaan di dunia akhirat, tetapi dewasa ini pusat perhatian lebih ditujukan pada kehidupan di dunia ini.
Pendidikan keagamaan seyogyanya disesuaikan dengan aspirasi generasi muda sejak proklamasi kemerdekaan. Sebagaimana telah dikatakan, suatu perubahan bergerak meninggalkan faktor yang diubah. Salah satu jenis perubahan dapat dilakukan dengan mengadakan modernisasi.


BAB IV
P E N U T U P

A.    Kesimpulan
Melihat kondisi kekinian sesuai dengan realitas objektif yang terjadi ditengah-tengah perkembangan zaman yang ditandai dengan semakin mutakhirnya teknologi dan ilmu pengetahuan yang pada hakikatnya bertujuan untuk mempermudah pekerjaan manusia, tetapi kenyataannya, teknologi serta ilmu pengetahuan dalam perkembangan zaman yang semakin sekuler menimbulkan keresahan dan ketakutan baru bagi kehidupan manusia khususnya bagi kaum muda. Begitu juga kemajuan ilmu dan teknologi yang semula untuk memudahkan urusan manusia, ketika urusan itu semakin mudah, maka muncul “kesepian” dan “keterasingan baru”, yakni lunturnya rasa solidaritas, kebersamaan dan silaturrahim. Contohnya, penemuan televisi, komputer, dan handphone telah mengakibatkan kita terlena dengan dunia layar. Layar kemudian menjadi teman setia, bahkan kita lebih memperhatikan layar dibandingkan keluarga dan sanak saudara kita. Ternyata, teknologi layar mampu membius manusia untuk tunduk pada layar dan mengabaikan yang lain. Oleh karena itu, jika manusia dalam terutama kaum Muda tidak sadar akan hal ini, maka dia akan kesepian dan sesuatu yang amat penting dalam dirinya, yakni kebersamaan, hubungan kekeluargaan dan sosial yang hangat akan semakin memudar bahkan hilang.
Krisis kemanusiaan akibat perkembangan sosial menimbulkan krisis kemanusiaan tidak hanya terjadi akibat teknologi maju, tetapi juga akibat kecenderungan, ideologi, serta gagasan yang tidak utuh. Sebagai contoh, ide dan gerakan emansipasi yang dikumandangkan oleh para penggerak feminisme, agar wanita diberi kesempatan yang sama di area publik dengan laki-laki. Kesempatan ini kemudian nyata dimanfaatkan oleh perusahaan padat karya dengan merekrut perempuan lebih banyak dibandingkan dengan laki-laki dengan alasan perempuan lebih rapi, lebih rendah gaji, lebih mudah diatur dan tidak merepotkan perusahaan. Akibatnya, kaum laki-laki susah mendapatkan pekerjaan dan implikasi lebih lanjut rumah tangga menjadi berantakan karena perempuan merasa lebih hebat daripada laki-laki. Di sisi lain, laki-laki yang nganggur akan berbuat apa saja untuk mendapatkan uang, seperti merampok dan mencuri sehingga angka kriminalitas meningkat. Tanpa kita sadari, teknologi dan perkembangan zaman atau sosial budaya telah memenjarakan manusia khususnya kaum muda. Artinya, penjara manusia tidak berkurang dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan perkembangan zaman yang semakin mutakhir yang ditandai dengan kemajuan teknologi yang sangat mutakhir. Dalam konteks inilah manusia perlu disadarkan dari penjara yang bernama teknologi dimana implikasi terbesarnya adalah sifat dan perilaku umat manusia khususnya kaum muda yang menjadi tonggak generasi penerus bangsa.

B.     Saran
1.      Pemuda selaku aset serta sebagai generasi penerus bangsa harus mampu bersikap lebih matang dalam menanggapi segala persoalan-persoalan yang terjadi di dalam perubahan sosial kemasyarakatan agar nilai-nilai luhur budaya bangsa tidak terkontaminasi dengan budaya asing yang dapat meninggalkan substansi asli budaya Indonesia itu sendiri.
2.      Selaku pemuda yang baik dan berintelektualitas, seharusnya mampu berperan aktif di dalam perubahan social di masyarakat demi kemandirian bangsa, yang tidak hanya melihat sesuatu serta terdogma hanya dengan satu objek yang dapat mengakibatkan pola pikir menjadi mandeg.
3.      Peran pemuda sebagai generasi bangsa agar lebih aktif untuk mempelajari hal-hal yang berkaitan dengan sejarah dan budaya bangsa yang nantinya menjadi tolok ukur dalam menyikapi segala problematika yang terjadi dalam kemasyarakatan agar nilai-nilai luhur bangsa tidak dicampur-baurkan dengan budaya asing yang begitu sekuler.




DAFTAR PUSTAKA

Ali A. Mukti, “ Manusia, Islam dan Kebudayaan” IAIN Sunan Kalijaga
Yoyakarta, 1980

Faisal Ismail, “Paradigma Kebudayaan Islam”, Penerbit Titian Ilahi Press,
               Yogyarakata, 1996

Ufford, Philip Quarles van. Kepemimpinan Lokal dan Implementasi Program. Jakarta : PT. Gramedia, 1988

Tribon. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta : PT. Suka Buku, 2010

Suharto, Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat. Jakarta : PT. Refika Aditama, Edi. 2009

Gazalba, Sidi, “Modernisasi dalam Persoalan, Bagaimana Sikap Islam”, Penerbit
               Bulan Bintang, Jakarta, 1973

Judistira K. Gorna, “Teori-teori Perubahan Sosial”, Penerbit Program Pascasarjana
UNPAD, 1993

Pitirim A. Sarokin, “Social and Cultural Dynamics”, Bastom : Sargent, 1957

Anderson, Java in a Time of Revolution: Occupation and Resistance,                                  944-1946. Ithaca: Cornell Universit Press, B.R.O’G. 1972

Kahin, George McTurnan. (terj). RefleksiPergumulan Lahirnya Republik.               Nasionalisme dan Revolusi Indonesia. Jakarta: UNS Press, 1995